PENURUNAN PREVALENSI STUNTING DENGAN PENDEKATAN PROGRAM LINGKUNGAN

  • 28-12-2023
  • 08:55 WITA
  • Dr. Hj. Dwi Santy Damayanti, SKM., M.Kes
  • Opini

Prevalensi stunting secara global dan lokal bervariasi tergantung pada berbagai faktor seperti kondisi ekonomi, kesehatan, dan lingkungan di suatu negara atau wilayah. Berdasarkan data terbaru, prevalensi stunting secara global menunjukkan penurunan, tetapi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan.

Secara global, menurut laporan terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), prevalensi stunting pada anak di bawah lima tahun telah menurun dari sekitar 33% pada tahun 2000 menjadi sekitar 21% pada tahun 2020. Meskipun demikian, masih terdapat lebih dari 144 juta anak di seluruh dunia yang menderita stunting.

Di tingkat lokal, prevalensi stunting dapat bervariasi secara signifikan antara negara, bahkan di dalam negara itu sendiri. Misalnya, di negara-negara dengan tingkat pembangunan manusia yang rendah atau sedang, prevalensi stunting cenderung lebih tinggi, sedangkan di negara-negara dengan tingkat pembangunan manusia yang tinggi, prevalensi stunting biasanya lebih rendah.

Di Indonesia, sebagai contoh, prevalensi stunting masih cukup tinggi meskipun telah mengalami penurunan selama beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data terbaru dari Survei Kesehatan Nasional (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi stunting di Indonesia adalah sekitar 27,7%. Namun, angka ini dapat bervariasi di berbagai wilayah di Indonesia, dengan beberapa wilayah pedesaan atau daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi cenderung memiliki prevalensi stunting yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah perkotaan atau yang memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang lebih baik.

Stunting, sebagai masalah kesehatan global yang serius, merupakan hasil dari kombinasi kompleks faktor-faktor yang termasuk gizi buruk, infeksi berulang, dan lingkungan yang tidak mendukung.

Perbedaan ini menunjukkan pentingnya mengidentifikasi dan mengatasi faktor-faktor risiko spesifik yang menyebabkan stunting di setiap wilayah untuk mengembangkan intervensi yang sesuai dan efektif.

Stunting memiliki dampak yang luas dan serius baik bagi ibu maupun anak. Bagi anak, stunting menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fisik dan perkembangan otak yang berpotensi memengaruhi kualitas hidupnya secara keseluruhan. Anak yang mengalami stunting cenderung memiliki daya tahan tubuh yang lemah, rentan terhadap infeksi dan penyakit, serta memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami masalah kesehatan kronis di kemudian hari. Selain itu, stunting juga dapat mengganggu kemampuan belajar dan mencapai prestasi pendidikan yang optimal. Bagi ibu, stunting pada anak dapat meningkatkan risiko komplikasi selama kehamilan dan persalinan, serta memberikan beban emosional dan psikologis yang besar. Melihat anaknya mengalami stunting dapat menimbulkan stres dan kecemasan yang berkepanjangan, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan kualitas hidup ibu. Dengan demikian, penting untuk mengambil langkah-langkah preventif yang tepat untuk mencegah stunting dan mengatasi masalah ini, baik melalui promosi gizi yang baik, akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, pendidikan kesehatan masyarakat yang menyeluruh, maupun perbaikan lingkungan fisik dan sosial yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan optimal bagi anak-anak.

Stunting dan lingkungan menyoroti kompleksitas faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak, serta dampak lingkungan pada kejadian stunting. Lingkungan tempat anak-anak tumbuh dan berkembang memainkan peran penting dalam mempengaruhi risiko stunting. Faktor-faktor lingkungan seperti akses terbatas terhadap air bersih dan sanitasi yang layak, kurangnya keamanan pangan, serta kualitas lingkungan fisik dan sosial yang buruk, dapat meningkatkan risiko stunting. Misalnya, akses yang terbatas terhadap makanan bergizi dapat mengakibatkan kekurangan gizi pada ibu hamil, yang pada gilirannya dapat mengganggu pertumbuhan janin dalam kandungan. Di sisi lain, sanitasi yang buruk dapat meningkatkan risiko infeksi yang sering terjadi pada anak-anak, yang dapat mengganggu penyerapan nutrisi dan pertumbuhan yang optimal. Selain itu, lingkungan yang kurang stimulatif secara psikososial, seperti kurangnya interaksi sosial yang positif dan stimulasi mental yang baik, juga dapat berkontribusi pada stunting. Oleh karena itu, pemahaman yang holistik tentang hubungan antara stunting dan lingkungan penting dalam merancang dan melaksanakan program-program intervensi yang efektif untuk menangani masalah ini secara komprehensif.

Memahami hubungan antara stunting dan lingkungan adalah langkah penting dalam merancang strategi pencegahan yang efektif dan menyediakan intervensi yang tepat untuk mengatasi masalah ini. Upaya lintas-sektoral yang melibatkan pemerintah, organisasi non-pemerintah, komunitas lokal, dan sektor swasta diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak-anak yang sehat.

Hasil analisis sistematik review hubungan antara stunting dan lingkungan, penting untuk mempertimbangkan temuan dari studi-studi yang telah dilakukan secara menyeluruh. Berbagai penelitian telah mengungkapkan bahwa lingkungan memainkan peran penting dalam peningkatan risiko stunting pada anak-anak, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Studi-studi tersebut menyoroti bahwa faktor-faktor lingkungan seperti akses terhadap air bersih dan sanitasi yang buruk, ketidakstabilan pangan, serta kualitas lingkungan fisik dan sosial di sekitar tempat tinggal dapat meningkatkan risiko stunting. Misalnya, kekurangan gizi pada ibu hamil akibat akses terbatas terhadap makanan bergizi dan penyakit infeksi yang sering terjadi akibat sanitasi yang buruk dapat mengganggu pertumbuhan janin dalam kandungan.

Hasil meta analisis yang dilakukan oleh Pun dkk tahun 2019 mengidentifikasi peningkatan risiko stunting sebesar 13% dan 90% pada anak-anak yang terpapar peningkatan kadar AAP dan HAP. Bukti ini menunjukkan pentingnya mempromosikan udara bersih sebagai bagian dari pendekatan terpadu untuk mencegah stunting .

Analisis sistematik review juga menunjukkan bahwa lingkungan yang kurang stimulatif secara psikososial, seperti kurangnya interaksi sosial yang positif dan stimulasi mental yang baik, juga dapat berkontribusi pada stunting. Ini menekankan pentingnya menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.

Dari segi intervensi, studi-studi ini menyarankan bahwa program-program penanggulangan stunting yang berhasil harus mengintegrasikan komponen-komponen yang mengatasi masalah lingkungan. Ini termasuk program-program untuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak, promosi praktik higiene yang baik, pembangunan infrastruktur sanitasi yang aman, serta penyediaan akses terhadap makanan bergizi yang terjangkau.

Dengan demikian, analisis sistematik review ini memperkuat pemahaman bahwa lingkungan memainkan peran penting dalam penentuan prevalensi stunting, dan upaya penanggulangan stunting harus memperhitungkan faktor-faktor lingkungan secara komprehensif untuk mencapai hasil yang optimal.

Kaitan antara perubahan iklim dengan peningkatan prevalensi stunting merupakan hal yang kompleks dan belum sepenuhnya dipahami dengan baik. Namun, beberapa penelitian telah mengidentifikasi beberapa mekanisme yang mungkin mempengaruhi hubungan antara perubahan iklim dan stunting:

  1. Dampak terhadap Ketersediaan Pangan: Perubahan iklim dapat mempengaruhi produksi pangan dan ketersediaannya, terutama bagi komunitas yang bergantung pada pertanian sebagai sumber utama makanan mereka. Peningkatan frekuensi dan intensitas kekeringan, banjir, atau cuaca ekstrem lainnya dapat mengganggu produksi tanaman pangan, menyebabkan kelangkaan pangan, dan meningkatkan risiko kekurangan gizi pada anak-anak, yang dapat menyebabkan stunting.
  2. Penyakit dan Infeksi: Perubahan iklim dapat mempengaruhi penyebaran penyakit menular dan vektor penyakit, seperti malaria, diare, dan infeksi saluran pernapasan akut. Penyakit-penyakit ini dapat mengganggu penyerapan nutrisi, memperburuk keadaan gizi anak-anak, dan meningkatkan risiko stunting.
  3. Ketidakstabilan Lingkungan dan Migrasi: Perubahan iklim dapat menyebabkan ketidakstabilan lingkungan yang menyebabkan migrasi penduduk, baik akibat bencana alam langsung atau perubahan dalam produktivitas pertanian. Migrasi ini dapat meningkatkan kerentanan terhadap stunting karena berbagai faktor, termasuk kurangnya akses terhadap makanan bergizi dan layanan kesehatan yang memadai di lokasi tujuan.
  4. Gangguan terhadap Pola Makan: Perubahan iklim dapat mempengaruhi pola makan dan ketersediaan pangan lokal, yang pada gilirannya dapat mengganggu pola makan yang sehat dan beragam. Keterbatasan akses terhadap makanan yang bergizi dan variasi makanan dapat meningkatkan risiko kekurangan gizi pada anak-anak, yang dapat berkontribusi pada stunting.

Meskipun hubungan antara perubahan iklim dan peningkatan prevalensi stunting belum sepenuhnya dipahami, penting untuk mengambil tindakan adaptasi dan mitigasi untuk mengurangi dampak buruk perubahan iklim pada kesehatan masyarakat, termasuk stunting. Ini termasuk langkah-langkah seperti memperkuat ketahanan pangan, meningkatkan sistem peringatan dini untuk bencana alam, meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan yang tanggap terhadap iklim, dan mendukung pertanian berkelanjutan.

Pengaruh lingkungan terhadap kejadian stunting pada anak-anak sangat signifikan. Lingkungan yang tidak sehat atau tidak mendukung dapat meningkatkan risiko stunting melalui berbagai cara:

  1. Akses Terhadap Air Bersih dan Sanitasi yang Buruk: Lingkungan dengan akses terbatas terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang layak meningkatkan risiko terpapar oleh penyakit-penyakit menular dan infeksi usus. Infeksi ini dapat mengganggu penyerapan nutrisi dan mempengaruhi pertumbuhan anak-anak, yang pada gilirannya dapat menyebabkan stunting.
  2. Kualitas Gizi: Lingkungan dengan akses terbatas terhadap pangan bergizi dan variasi makanan dapat menyebabkan kekurangan gizi pada anak-anak. Kekurangan gizi yang kronis dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak-anak, yang merupakan salah satu penyebab utama stunting.
  3. Kondisi Perumahan yang Buruk: Lingkungan dengan kondisi perumahan yang buruk, seperti kepadatan hunian yang tinggi, kurangnya ventilasi, dan kelembaban yang tinggi, dapat meningkatkan risiko infeksi dan penyakit, yang dapat berkontribusi pada stunting.
  4. Polusi Udara: Paparan terhadap polusi udara, seperti asap kendaraan bermotor atau industri, dapat mengganggu sistem pernapasan anak-anak dan mempengaruhi penyerapan nutrisi. Hal ini juga dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang dapat berkontribusi pada stunting.
  5. Faktor Lingkungan Sosial dan Psikososial: Lingkungan yang tidak mendukung secara sosial, seperti ketidakstabilan keluarga, kekerasan dalam rumah tangga, atau kurangnya dukungan sosial, juga dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak secara negatif. Stress yang berkelanjutan dari lingkungan sosial dan psikososial yang tidak sehat dapat mengganggu proses pertumbuhan anak-anak.

Dengan memperhatikan dampak lingkungan yang beragam terhadap kejadian stunting, penting untuk mengimplementasikan intervensi lintas-sektoral yang holistik untuk memperbaiki lingkungan yang tidak sehat dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak-anak secara optimal. Hal ini meliputi peningkatan akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak, promosi gizi yang baik, perbaikan kondisi perumahan, pengendalian polusi udara, serta penguatan dukungan sosial dan psikososial bagi keluarga dan komunitas.

Untuk menurunkan prevalensi stunting, diperlukan program-program yang sensitif dan spesifik yang menyasar berbagai aspek yang memengaruhi kesehatan dan pertumbuhan anak-anak. Program-program tersebut meliputi pendekatan gizi yang melibatkan pendidikan gizi bagi ibu hamil dan menyusui, serta pemberian suplemen gizi yang tepat seperti zat besi, asam folat, dan vitamin A. Selain itu, pemberian makanan tambahan yang bergizi untuk anak-anak yang berisiko stunting juga perlu diperhatikan. Program pemberian makanan tambahan di sekolah dan penyuluhan gizi serta higiene di tingkat komunitas juga merupakan langkah penting dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya nutrisi yang seimbang dan praktik higiene yang baik. Peningkatan akses terhadap layanan kesehatan dasar, pembangunan sanitasi yang aman, serta program stimulasi dan pengasuhan anak juga menjadi bagian integral dari upaya penanggulangan stunting. Pentingnya pemantauan dan evaluasi terhadap efektivitas program-program ini juga tidak boleh diabaikan untuk memastikan bahwa upaya-upaya yang dilakukan memberikan dampak yang maksimal dalam menurunkan prevalensi stunting.

Penurunan stunting melalui perbaikan lingkungan merupakan strategi yang efektif dan berkelanjutan dalam mengatasi masalah kesehatan global ini. Perbaikan lingkungan dapat mencakup berbagai aspek, termasuk akses terhadap air bersih, sanitasi yang layak, ketersediaan pangan bergizi, dan kondisi lingkungan fisik dan sosial yang mendukung. Berikut beberapa cara perbaikan lingkungan dapat membantu dalam menurunkan prevalensi stunting:

  1. Akses Terhadap Air Bersih dan Sanitasi yang Layak: Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang aman dapat mengurangi risiko infeksi saluran pencernaan yang sering kali mengganggu penyerapan nutrisi pada anak-anak. Pembangunan infrastruktur sanitasi yang lebih baik, seperti toilet yang higienis dan pengelolaan limbah yang aman, merupakan langkah penting dalam upaya ini.
  2. Keamanan Pangan: Memastikan ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau dapat membantu mencegah kekurangan gizi yang menyebabkan stunting. Program-program bantuan pangan, promosi pertanian berkelanjutan, dan pendidikan gizi dapat membantu meningkatkan akses terhadap makanan yang bergizi.
  3. Peningkatan Kualitas Lingkungan Fisik: Menciptakan lingkungan yang bersih, aman, dan bebas dari polusi dapat membantu meningkatkan kesehatan anak-anak. Ini termasuk pengurangan polusi udara, pengendalian vektor penyakit, dan perbaikan infrastruktur perkotaan yang ramah anak.
  4. Stimulasi Psikososial: Lingkungan yang memberikan stimulasi psikososial yang baik, seperti interaksi sosial yang positif, pendidikan yang berkualitas, dan dukungan keluarga yang kuat, juga penting untuk perkembangan anak yang sehat. Program-program yang meningkatkan kesadaran orang tua tentang pentingnya interaksi dan stimulasi anak dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan optimal.
  5. Edukasi dan Kesadaran Masyarakat: Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya lingkungan yang sehat bagi pertumbuhan anak-anak penting untuk memastikan keberlanjutan upaya penurunan stunting. Kampanye-kampanye edukasi, penyuluhan, dan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program-program kesehatan lingkungan dapat meningkatkan pemahaman dan partisipasi dalam upaya-upaya ini.

Dengan menggabungkan berbagai strategi perbaikan lingkungan ini dalam program-program kesehatan masyarakat yang komprehensif dan berkelanjutan, diharapkan dapat mencapai penurunan yang signifikan dalam prevalensi stunting dan meningkatkan kesehatan serta kesejahteraan anak-anak secara keseluruhan.