Mikrobioma
Usus dan Pertumbuhan Bayi: Pengaruh
Nutrisi Ibu dan Intervensi Dini
Syamsul
Alam
Prodi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar
Pendahuluan
Mikrobioma usus
memiliki peran yang krusial dalam kesehatan dan perkembangan bayi sejak masa
awal kehidupan. Komposisi mikrobioma usus dipengaruhi oleh berbagai faktor,
termasuk pola makan ibu selama kehamilan dan menyusui, metode persalinan, serta
pemberian ASI atau susu formula (Rodriguez et al., 2020). Sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa keseimbangan mikrobiota usus berkorelasi dengan pertumbuhan
yang optimal dan perkembangan sistem imun bayi (Milani et al., 2017). Oleh
karena itu, memahami faktor-faktor yang memengaruhi mikrobioma usus dan
dampaknya terhadap pertumbuhan bayi sangat penting dalam upaya pencegahan
masalah gizi dan kesehatan anak di masa depan.
Menurut laporan Global
Nutrition Report 2021, sekitar 22% anak di bawah usia lima tahun mengalami
stunting secara global (Development Initiatives, 2021), sementara di Indonesia,
angka stunting mencapai 24,4% berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI)
2021 (Kementerian Kesehatan RI, 2021). Kondisi ini menunjukkan bahwa masalah
gizi pada bayi dan anak masih menjadi tantangan besar di berbagai negara,
termasuk Indonesia. Faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan bayi, termasuk
mikrobioma usus, harus mendapat perhatian lebih dalam upaya pencegahan stunting
dan peningkatan kualitas kesehatan anak.
Mikrobioma usus terdiri
dari berbagai jenis bakteri yang berperan dalam proses metabolisme, pemecahan
nutrisi, serta sintesis vitamin yang esensial bagi pertumbuhan bayi (Arrieta et
al., 2014). Sejak lahir, bayi mulai mengalami kolonisasi bakteri yang berasal
dari ibu dan lingkungan sekitar. Komposisi awal mikrobioma usus ini sangat
menentukan bagaimana perkembangan sistem imun bayi di masa mendatang (Milani et
al., 2017). Selain itu, perkembangan mikrobioma usus berhubungan erat dengan
sistem imun mukosa yang berperan dalam melindungi tubuh dari patogen. Sistem
ini berfungsi sebagai garis pertahanan pertama terhadap infeksi dan membantu
dalam diferensiasi sel imun (Gensollen et al., 2016). Ketidakseimbangan
mikrobiota usus dapat menyebabkan gangguan seperti alergi, penyakit inflamasi
usus, serta risiko penyakit metabolik di kemudian hari (Cox et al., 2014).
Pola makan ibu selama
kehamilan dan menyusui menjadi faktor utama yang dapat memengaruhi mikrobiota
usus bayi. Konsumsi makanan kaya serat, probiotik, dan prebiotik dapat
mendukung pertumbuhan bakteri menguntungkan seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium,
yang berperan dalam fermentasi serat dan produksi asam lemak rantai pendek yang
penting bagi kesehatan usus bayi (Korpela & de Vos, 2018). Metode
persalinan juga memainkan peran penting dalam kolonisasi awal mikrobiota usus
bayi. Bayi yang lahir melalui persalinan normal cenderung memiliki mikrobiota
yang lebih kaya dan beragam dibandingkan dengan bayi yang lahir melalui operasi
sesar. Persalinan normal memungkinkan transfer mikroorganisme dari saluran
reproduksi ibu ke bayi, yang membantu pembentukan sistem imun dan metabolisme
yang lebih baik (Dominguez-Bello et al., 2016).
Pemberian ASI merupakan
faktor kunci dalam membentuk mikrobioma usus yang sehat. ASI mengandung
oligosakarida yang berfungsi sebagai prebiotik alami, mendukung pertumbuhan Bifidobacterium
yang membantu pencernaan dan meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi
(Timmerman et al., 2017). Selain itu, ASI juga mengandung komponen imunologis
seperti imunoglobulin dan laktoferin yang membantu melawan patogen (Walker
& Iyengar, 2015).
Sebaliknya, bayi yang
diberi susu formula cenderung memiliki komposisi mikrobiota yang berbeda,
dengan jumlah bakteri patogen yang lebih tinggi dan keanekaragaman bakteri yang
lebih rendah dibandingkan bayi yang diberi ASI. Hal ini dapat meningkatkan risiko
bayi mengalami infeksi, alergi, serta gangguan pencernaan di masa depan
(Guaraldi & Salvatori, 2012). Penggunaan antibiotik pada ibu selama
kehamilan atau pada bayi setelah lahir juga dapat memengaruhi keseimbangan
mikrobiota usus. Antibiotik dapat membunuh bakteri menguntungkan di usus,
menyebabkan ketidakseimbangan yang dapat berdampak negatif pada kesehatan bayi.
Oleh karena itu, pemberian antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati dan
hanya jika diperlukan (Korpela et al., 2020). Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa faktor lingkungan, termasuk kebersihan dan paparan mikroba dari
lingkungan sekitar, juga berkontribusi terhadap perkembangan mikrobioma usus
bayi. Bayi yang tumbuh dalam lingkungan yang terlalu steril cenderung memiliki
risiko lebih tinggi mengalami gangguan autoimun dan alergi dibandingkan dengan
bayi yang terpapar berbagai mikroba sejak dini (Rook et al., 2014).
Intervensi yang tepat
sejak masa awal kehidupan dapat membantu dalam membangun mikrobiota usus yang
sehat. Pemberian probiotik dan prebiotik kepada ibu hamil dan bayi dapat
menjadi strategi yang efektif dalam mendukung keseimbangan mikrobiota usus dan
meningkatkan kesehatan bayi secara keseluruhan (Turroni et al., 2020). Selain
itu, edukasi kepada ibu mengenai pentingnya nutrisi selama kehamilan dan
menyusui juga berperan dalam mendukung pertumbuhan bayi yang optimal. Dengan
memahami peran mikrobioma usus dan faktor-faktor yang memengaruhinya,
diharapkan dapat dikembangkan strategi yang lebih efektif dalam mendukung
kesehatan bayi sejak awal kehidupan. Hal ini tidak hanya berdampak pada
pertumbuhan bayi secara fisik tetapi juga pada perkembangan sistem imun dan
metabolisme yang sehat hingga dewasa.
Oleh karena itu,
tinjauan ini memberikan informasi mengenai faktor-faktor utama yang memengaruhi
mikrobioma usus bayi serta dampaknya terhadap pertumbuhan dan kesehatan jangka
panjang. Dengan memahami hubungan antara pola makan ibu, metode persalinan,
pemberian ASI, serta intervensi dini seperti probiotik dan prebiotik, dapat
memberikan masukan untuk merancang strategi nutrisi yang lebih efektif dalam
upaya pencegahan stunting dan peningkatan kualitas hidup anak. Selain itu,
kajian ini juga diharapkan dapat menjadi dasar bagi pengembangan kebijakan
kesehatan yang lebih berorientasi pada optimalisasi mikrobiota usus dalam
mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi sejak masa awal kehidupan.
Komposisi Mikrobioma Usus dan
Fungsi dalam Pertumbuhan Bayi
Mikrobioma usus
merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam kesehatan dan
perkembangan bayi sejak lahir. Komunitas mikroorganisme ini tidak hanya
membantu dalam proses pencernaan, tetapi juga memiliki peran penting dalam
metabolisme dan sistem kekebalan tubuh. Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, semakin banyak penelitian yang menyoroti peran mikrobiota usus
dalam menentukan status kesehatan anak, termasuk pencegahan penyakit metabolik
dan infeksi. Mikrobioma usus tidak hanya bertindak sebagai pendukung dalam
pemrosesan makanan, tetapi juga memainkan peran yang jauh lebih luas dalam
pengaturan respons imun dan perlindungan terhadap patogen. Oleh karena itu,
pemahaman tentang mikrobioma usus sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas
pertumbuhan bayi dan mengembangkan strategi intervensi yang efektif dalam
perawatan kesehatan anak.
Mikrobioma usus dan ekosistem
bakteri di saluran pencernaan bayi,
Mikrobioma usus mengacu
pada kumpulan mikroorganisme yang menghuni saluran pencernaan manusia, termasuk
bakteri, virus, jamur, dan archaea. Pada bayi, mikrobiota usus mulai berkembang
sejak lahir dan mengalami perubahan seiring dengan pertumbuhan dan pola makan.
Faktor-faktor seperti metode persalinan, pemberian ASI, penggunaan antibiotik,
dan lingkungan sangat mempengaruhi komposisi mikrobiota usus bayi (Milani et
al., 2017). Setiap bayi memiliki mikrobiota unik yang berkembang secara dinamis
sejak kelahirannya dan terus mengalami perubahan selama tahun-tahun pertama
kehidupan. Mikrobiota yang sehat sangat bergantung pada interaksi kompleks
antara genetik bayi, lingkungan sekitar, serta asupan nutrisi yang diterimanya.
Bayi yang lahir secara
normal umumnya mendapatkan mikrobiota yang kaya akan Lactobacillus dan
Bifidobacterium dari jalur kelahiran ibunya, sedangkan bayi yang lahir melalui
operasi sesar lebih banyak memiliki mikrobiota yang berasal dari lingkungan
rumah sakit, seperti Staphylococcus dan Clostridium (Dominguez-Bello et al.,
2016). Hal ini menunjukkan bahwa proses kelahiran memiliki pengaruh besar
terhadap perkembangan mikrobiota usus bayi pada tahap awal kehidupan. Bayi yang
lahir melalui operasi sesar cenderung memiliki keterlambatan dalam kolonisasi
bakteri yang bermanfaat, yang dapat berdampak pada sistem imun dan meningkatkan
risiko terkena penyakit alergi atau autoimun di kemudian hari. Oleh karena itu,
banyak penelitian kini berfokus pada bagaimana cara mengoptimalkan mikrobiota
usus bayi yang lahir melalui operasi sesar, misalnya dengan pemberian probiotik
atau transfer mikrobiota dari ibu.
Peran utama mikrobiota dalam
metabolisme, pencernaan, dan sistem imun
Mikrobiota usus
berperan penting dalam proses metabolisme dengan membantu pencernaan zat-zat
yang tidak dapat dipecah oleh enzim pencernaan manusia. Bakteri dalam usus bayi
dapat memfermentasi serat dan karbohidrat kompleks menjadi asam lemak rantai
pendek (SCFA) seperti butirat, asetat, dan propionat, yang berfungsi sebagai
sumber energi dan membantu menjaga integritas mukosa usus (Silveira-Nunes et
al., 2020). Proses fermentasi ini tidak hanya mendukung pemecahan nutrisi
tetapi juga berkontribusi dalam pemeliharaan keseimbangan pH usus serta
meningkatkan penyerapan mineral penting seperti kalsium dan zat besi. Dengan
demikian, mikrobiota yang sehat berperan dalam mendukung tumbuh kembang bayi
secara optimal melalui peningkatan efisiensi penyerapan nutrisi yang dibutuhkan
tubuhnya.
Selain itu, mikrobiota
juga mendukung pemecahan laktosa dalam ASI dan meningkatkan penyerapan nutrisi
esensial seperti kalsium, zat besi, dan vitamin K. Oleh karena itu,
keseimbangan mikrobiota yang sehat sangat berpengaruh terhadap status gizi dan
pertumbuhan bayi. Dalam hal ini, pemberian ASI memiliki peran sentral dalam
membentuk komunitas mikrobiota yang optimal, karena ASI mengandung
oligosakarida yang secara selektif mendukung pertumbuhan bakteri bermanfaat
seperti Bifidobacterium. Dengan adanya mikrobiota yang seimbang, bayi memiliki
peluang lebih besar untuk berkembang secara sehat dan terhindar dari berbagai
gangguan metabolik atau pencernaan yang dapat menghambat pertumbuhan.
Sistem imun bayi yang
baru lahir masih berkembang dan membutuhkan stimulasi dari lingkungan untuk
dapat berfungsi secara optimal. Mikrobiota usus berperan dalam melatih sistem
imun untuk mengenali dan merespons patogen dengan tepat. Bakteri komensal seperti
Bifidobacterium dan Lactobacillus dapat merangsang produksi sel imun seperti
limfosit T regulator, yang berfungsi untuk mengontrol respons imun dan mencegah
reaksi inflamasi berlebihan (Belkaid & Hand, 2014). Selain itu, mikrobiota
juga menghasilkan berbagai senyawa bioaktif yang berperan dalam mengatur
keseimbangan sistem imun. Dengan adanya mikrobiota yang sehat, tubuh bayi lebih
mampu mengembangkan toleransi imunologis yang mencegah risiko alergi, penyakit
autoimun, serta infeksi usus yang sering terjadi pada bayi dengan mikrobiota
yang tidak seimbang.
Mikrobiota juga
berperan dalam pembentukan sawar usus, yang berfungsi sebagai pertahanan
pertama terhadap patogen. Dengan meningkatkan produksi mukus dan memperkuat
lapisan epitel usus, mikrobiota membantu mencegah kolonisasi bakteri patogen
yang dapat menyebabkan infeksi. Mikroorganisme dalam usus juga bekerja sama
dengan sel epitel usus untuk menjaga keseimbangan antara bakteri baik dan
patogen, sehingga mencegah munculnya kondisi inflamasi kronis yang dapat
mempengaruhi perkembangan sistem pencernaan dan kesehatan bayi secara
keseluruhan.
Beberapa faktor dapat
mempengaruhi perkembangan mikrobiota usus bayi, termasuk metode persalinan,
pola pemberian makan, dan penggunaan antibiotik. ASI diketahui mengandung
prebiotik alami seperti oligosakarida yang mendukung pertumbuhan
Bifidobacterium dan Lactobacillus, sementara pemberian susu formula cenderung
menghasilkan mikrobiota yang lebih beragam tetapi kurang dominan oleh bakteri
probiotik yang menguntungkan (Schwartz et al., 2020). Oleh karena itu, para
ahli kesehatan merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan
pertama kehidupan bayi untuk memastikan perkembangan mikrobiota yang optimal
dan mendukung kesehatan sistem imun serta metabolisme yang baik.
Keseimbangan mikrobiota
usus yang sehat berhubungan erat dengan pertumbuhan bayi yang optimal. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa komposisi mikrobiota yang kaya akan
Bifidobacterium dikaitkan dengan penambahan berat badan yang lebih baik,
sementara ketidakseimbangan mikrobiota dapat berkontribusi terhadap malnutrisi
dan gangguan perkembangan (Tamburini et al., 2016). Selain itu, mikrobiota yang
sehat juga berperan dalam perkembangan sistem saraf bayi. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara mikrobiota usus dan fungsi kognitif,
di mana mikrobiota yang seimbang dapat berkontribusi terhadap perkembangan otak
dan keseimbangan neurotransmiter.
Mikrobioma usus memiliki peran yang sangat penting dalam metabolisme, pencernaan, dan sistem imun bayi. Komposisi mikrobiota usus dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk metode persalinan, pemberian ASI, dan paparan lingkungan. Keseimbangan mikrobiota yang sehat dapat mendukung pertumbuhan bayi yang optimal dan melindungi mereka dari berbagai penyakit. Oleh karena itu, strategi untuk menjaga kesehatan mikrobiota usus bayi, seperti pemberian ASI dan menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu, menjadi sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas kesehatan anak.
Kaitan Mikrobioma Usus dengan
Pertumbuhan Bayi
Mikrobioma usus
merupakan komunitas mikroorganisme yang hidup di saluran pencernaan manusia,
termasuk bakteri menguntungkan seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium.
Mikrobiota ini membantu pencernaan, sintesis vitamin, dan regulasi sistem imun
bayi (Arrieta et al., 2014). Perbedaan dalam komposisi mikrobioma usus telah
dikaitkan dengan variasi dalam pertumbuhan bayi, di mana ketidakseimbangan
mikrobiota dapat berkontribusi pada risiko stunting dan gangguan perkembangan
lainnya (Blanton et al., 2016).
Perkembangan mikrobioma
usus sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk jenis persalinan, pola
pemberian makanan, lingkungan, dan penggunaan antibiotik. Bayi yang lahir
melalui persalinan normal memiliki mikrobiota usus yang lebih beragam dibandingkan
dengan bayi yang lahir melalui operasi sesar, yang lebih banyak terpapar
mikrobiota dari lingkungan rumah sakit (Bäckhed et al., 2015). Selain itu,
pemberian ASI memainkan peran penting dalam kolonisasi mikrobiota yang sehat
karena mengandung Human Milk Oligosaccharides (HMO) yang mendukung pertumbuhan
spesifik bifidobacteria (Vázquez-Frias, 2022).
Dalam beberapa tahun
terakhir, penelitian semakin menyoroti hubungan antara mikrobiota usus dan
pertumbuhan bayi. Studi oleh Hickman et al. (2024) menunjukkan bahwa
minggu-minggu pertama kehidupan sangat penting untuk pembentukan mikrobiota
usus yang sehat, yang dapat mencegah berbagai penyakit di masa depan, termasuk
alergi, infeksi, dan obesitas. Temuan ini memperkuat gagasan bahwa intervensi
sejak dini dalam pola makan dan lingkungan bayi dapat memberikan manfaat jangka
panjang bagi kesehatannya. Studi lainnya oleh Widodo (2020) mengungkapkan bahwa
bayi prematur cenderung memiliki komposisi mikrobiota usus yang berbeda
dibandingkan bayi cukup bulan. Ketidakseimbangan mikrobiota ini dapat
meningkatkan risiko berbagai komplikasi kesehatan, termasuk gangguan
pertumbuhan dan sistem imun yang lemah. Oleh karena itu, pendekatan berbasis
probiotik dan prebiotik menjadi strategi potensial untuk mengoptimalkan
mikrobiota usus bayi prematur guna mendukung pertumbuhan dan perkembangannya.
Mikrobiota usus juga
memainkan peran penting dalam metabolisme energi dan penyerapan nutrisi.
Penelitian oleh Blanton et al. (2016) menunjukkan bahwa anak-anak yang
mengalami malnutrisi cenderung memiliki mikrobiota usus yang kurang berkembang
dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik. Hal ini mengindikasikan bahwa
intervensi nutrisi yang tidak hanya berfokus pada kecukupan gizi tetapi juga
pada komposisi mikrobiota dapat menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan
stunting.
Selain itu, pola diet
bayi setelah masa ASI eksklusif juga berperan dalam membentuk mikrobiota usus.
Plaza-Diaz et al. (2019) menemukan bahwa konsumsi biji-bijian utuh dibandingkan
dengan biji-bijian olahan dapat mengubah komposisi mikrobiota usus bayi usia 4
hingga 7 bulan, menunjukkan pentingnya kualitas makanan pendamping ASI dalam
perkembangan mikrobiota usus. Penelitian terbaru juga mengidentifikasi peran Escherichia
coli dan Clostridium dalam keseimbangan mikrobiota usus bayi. Meskipun beberapa
strain E. coli bermanfaat dalam pencernaan, ketidakseimbangan dalam populasi
bakteri ini dapat menyebabkan inflamasi dan gangguan penyerapan nutrisi
(Schneider et al., 2023). Sementara itu, dominasi Clostridium dalam mikrobiota
usus dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan metabolisme dan
inflamasi yang berkontribusi terhadap pertumbuhan suboptimal pada bayi.
Intervensi berbasis
probiotik dan prebiotik menjadi perhatian utama dalam pengelolaan mikrobiota
usus bayi. Suplementasi probiotik dengan strain Lactobacillus dan Bifidobacterium
telah terbukti dapat meningkatkan kesehatan pencernaan serta mendukung
pertumbuhan bayi dengan cara meningkatkan absorpsi nutrisi dan memperkuat
respons imun (Milani et al., 2020). Studi lain juga menunjukkan bahwa pemberian
kombinasi probiotik dan HMO dapat mengoptimalkan perkembangan mikrobiota usus
pada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif, sehingga mendukung pertumbuhan
yang lebih baik (Vázquez-Frias, 2022).
Mengingat pentingnya
mikrobiota usus dalam mendukung pertumbuhan bayi, pendekatan berbasis nutrisi
yang mempertimbangkan kesehatan mikrobiota menjadi strategi yang menjanjikan
dalam pencegahan stunting dan gangguan perkembangan lainnya. Studi yang lebih lanjut
masih diperlukan untuk memahami mekanisme yang lebih spesifik mengenai
bagaimana intervensi berbasis mikrobiota dapat diintegrasikan dalam kebijakan
kesehatan masyarakat untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan bayi secara
keseluruhan.
Peran Nutrisi Ibu dalam Pembentukan Mikrobioma Bayi
Mikrobioma usus bayi
memainkan peran krusial dalam perkembangan kesehatan metabolik dan imunologis
sejak awal kehidupan. Komunitas mikroorganisme yang terdiri dari berbagai jenis
bakteri ini membantu dalam proses pencernaan, penyerapan nutrisi, serta regulasi
sistem imun bayi yang masih berkembang. Pembentukan mikrobioma ini dipengaruhi
oleh berbagai faktor, termasuk pola makan ibu selama kehamilan dan menyusui
(Nuriel-Ohayon et al., 2016). Nutrisi ibu tidak hanya berperan dalam mendukung
pertumbuhan janin, tetapi juga dalam membentuk mikrobiota yang diwariskan
kepada bayi melalui persalinan, air susu ibu (ASI), dan interaksi lingkungan
(Korpela & de Vos, 2018). Oleh karena itu, memahami bagaimana pola makan
ibu mempengaruhi mikrobioma bayi menjadi langkah penting untuk mendukung tumbuh
kembang yang optimal.
Diet ibu selama
kehamilan memiliki dampak langsung pada perkembangan mikrobiota janin. Konsumsi
makanan yang tinggi serat dan kaya prebiotik, seperti inulin dan
fruktooligosakarida (FOS), telah terbukti meningkatkan pertumbuhan bakteri baik
seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus, yang berperan dalam mendukung sistem
imun bayi (Aatsinki et al., 2020). Serat dari sayuran, buah-buahan, dan
biji-bijian tidak hanya membantu kesehatan pencernaan ibu tetapi juga
memberikan lingkungan yang mendukung kolonisasi mikroba yang bermanfaat bagi
bayi. Sebaliknya, pola makan yang tinggi lemak jenuh dan rendah serat dapat
menyebabkan disbiosis mikrobiota, suatu kondisi di mana keseimbangan
mikroorganisme dalam usus terganggu, yang berhubungan dengan peningkatan risiko
obesitas dan gangguan metabolik pada anak di kemudian hari (Chu et al., 2016).
Studi terbaru
menunjukkan bahwa pola makan ibu juga dapat memengaruhi mikrobiota plasenta,
meskipun masih terdapat perdebatan mengenai keberadaan mikrobiota dalam
lingkungan intrauterin (Olson et al., 2022). Diet yang kaya antioksidan, asam
lemak tak jenuh ganda, dan serat dikaitkan dengan peningkatan diversitas
mikroba dalam plasenta, yang berpotensi memengaruhi kolonisasi awal mikrobiota
bayi setelah lahir (Dunn et al., 2017). Keberagaman mikroba dalam plasenta
dapat berperan dalam modulasi respons imun bayi sejak dalam kandungan, yang
pada akhirnya akan mempengaruhi kesehatan bayi di kemudian hari.
Setelah kelahiran, ASI
menjadi sumber utama mikrobiota bagi bayi, dengan lebih dari 700 spesies
bakteri yang ditemukan dalam susu ibu (Milani et al., 2017). Selain itu, ASI
mengandung berbagai oligosakarida yang tidak dapat dicerna oleh bayi tetapi
berfungsi sebagai prebiotik bagi bakteri usus yang menguntungkan. Komposisi
mikrobiota dalam ASI dipengaruhi oleh pola makan ibu menyusui. Konsumsi makanan
fermentasi dan probiotik dapat meningkatkan keberadaan bakteri menguntungkan
seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium dalam ASI, yang kemudian membantu
membentuk mikrobiota usus bayi (Sánchez et al., 2020). Intervensi berbasis
nutrisi selama menyusui dapat menjadi strategi penting dalam mendukung
kesehatan bayi secara keseluruhan.
Prebiotik merupakan
serat tidak dapat dicerna yang berfungsi sebagai sumber makanan bagi bakteri
baik di usus. Studi menunjukkan bahwa ibu yang mengonsumsi makanan tinggi
prebiotik selama kehamilan dan menyusui dapat meningkatkan pertumbuhan Bifidobacterium
pada bayi mereka (Azad et al., 2018). Beberapa sumber prebiotik yang sering
direkomendasikan meliputi pisang, bawang putih, asparagus, dan gandum utuh.
Makanan ini dapat membantu memperkaya lingkungan mikrobiota usus bayi dan
berkontribusi terhadap perkembangan sistem imun yang lebih kuat.
Selain prebiotik,
probiotik juga memiliki peran penting dalam mendukung mikrobiota bayi.
Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang memberikan manfaat kesehatan ketika
dikonsumsi dalam jumlah yang cukup. Suplementasi probiotik selama kehamilan dan
menyusui telah terbukti meningkatkan kesehatan mikrobiota usus bayi, mengurangi
risiko alergi, dan meningkatkan sistem imun bayi (Pärtty et al., 2018). Oleh
karena itu, konsumsi probiotik oleh ibu hamil dan menyusui dapat menjadi
strategi yang efektif untuk meningkatkan kesehatan bayi, terutama dalam
mencegah gangguan pencernaan seperti diare dan kolik.
Makanan fermentasi
seperti yogurt, kefir, kimchi, dan tempe mengandung bakteri menguntungkan yang
dapat memperkaya mikrobiota usus ibu dan bayi. Konsumsi makanan fermentasi oleh
ibu menyusui telah dikaitkan dengan peningkatan transfer bakteri baik melalui
ASI dan penurunan risiko gangguan pencernaan pada bayi (Freedman et al., 2021).
Selain manfaat bagi kesehatan pencernaan, makanan fermentasi juga mengandung
berbagai senyawa bioaktif yang dapat mendukung keseimbangan mikrobiota usus
secara keseluruhan.
Beberapa studi juga
menunjukkan bahwa suplementasi prebiotik dan probiotik selama kehamilan dapat
menurunkan risiko kolik infantil, alergi, dan eksim atopik pada bayi (Tanaka
& Nakayama, 2017). Hal ini menunjukkan bahwa mikrobiota usus yang sehat sejak
awal kehidupan dapat berperan dalam pencegahan penyakit non-komunikabel di
kemudian hari. Dengan memahami peran mikrobiota dalam kesehatan bayi, kebijakan
kesehatan ibu dan anak dapat lebih difokuskan pada strategi nutrisi yang
mendukung keseimbangan mikroba sejak dini.
Mikrobiota usus bayi
juga berperan dalam metabolisme berbagai nutrisi, termasuk produksi asam lemak
rantai pendek (SCFA) yang penting bagi kesehatan usus (Rinninella et al.,
2019). Nutrisi ibu yang kaya serat dapat meningkatkan produksi SCFA, yang
membantu regulasi inflamasi dan fungsi sistem imun bayi. Dengan demikian, pola
makan ibu yang seimbang tidak hanya mendukung pertumbuhan fisik bayi tetapi
juga perkembangan sistem imun dan metabolisme mereka, yang dapat berpengaruh
terhadap kesehatan jangka panjang.
Namun, beberapa faktor
dapat mengganggu pembentukan mikrobiota sehat pada bayi. Penggunaan antibiotik
selama kehamilan dan menyusui, misalnya, dapat mengganggu keseimbangan
mikrobiota dan menyebabkan disbiosis (Korpela et al., 2020). Disbiosis ini
dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, termasuk peningkatan risiko infeksi
serta gangguan pencernaan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bayi. Oleh karena
itu, penggunaan antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati dan disertai dengan
langkah-langkah pemulihan mikrobiota usus.
Penting untuk
mengintegrasikan panduan gizi yang mempertimbangkan dampak mikrobiota dalam
kebijakan kesehatan ibu dan anak. Penyuluhan kepada ibu hamil dan menyusui
mengenai pentingnya pola makan yang mendukung mikrobiota bayi perlu
ditingkatkan (Robertson et al., 2020). Kampanye edukasi yang berfokus pada
konsumsi makanan kaya serat, prebiotik, dan probiotik dapat membantu
mengoptimalkan kolonisasi mikroba yang menguntungkan sejak dini.
Ibu hamil dan menyusui
disarankan untuk mengonsumsi makanan kaya prebiotik dan probiotik untuk
mendukung mikrobiota sehat, menghindari diet tinggi lemak jenuh dan makanan
olahan yang dapat menyebabkan disbiosis, serta meminimalkan penggunaan
antibiotik yang tidak perlu untuk menghindari gangguan mikrobiota. Dengan
langkah-langkah ini, kesehatan mikrobiota bayi dapat dipertahankan sejak awal
kehidupan, memberikan manfaat jangka panjang terhadap pertumbuhan dan
perkembangan bayi.
Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk memahami hubungan antara pola makan ibu, mikrobiota, dan
perkembangan bayi dalam jangka panjang. Penggunaan teknologi seperti
metagenomik dapat memberikan wawasan lebih dalam tentang peran mikrobiota dalam
kesehatan bayi (Gensollen et al., 2016). Dengan penelitian yang lebih mendalam,
strategi yang lebih tepat sasaran dapat dikembangkan untuk mendukung kesehatan
ibu dan bayi secara lebih efektif.
Intervensi Dini untuk Menjaga
Kesehatan Mikrobioma Bayi
Mikrobioma usus
berperan penting dalam perkembangan sistem imun, metabolisme, serta pertumbuhan
bayi sejak awal kehidupan. Komposisi mikrobiota usus yang sehat membantu dalam
penyerapan nutrisi, sintesis vitamin, serta perlindungan terhadap patogen (Milani
et al., 2017). Namun, faktor lingkungan seperti pola makan, metode persalinan,
serta penggunaan antibiotik dapat memengaruhi keseimbangan mikrobiota. Oleh
karena itu, intervensi dini menjadi langkah strategis dalam mendukung kesehatan
mikrobiota bayi untuk mengurangi risiko gangguan pertumbuhan dan penyakit
kronis di kemudian hari (Tanaka & Nakayama, 2017).
Manfaat Pemberian Probiotik dan
Prebiotik Sejak Dini
Pemberian probiotik dan
prebiotik sejak dini memiliki peran penting dalam membentuk mikrobiota yang
sehat serta meningkatkan kesehatan bayi secara keseluruhan. Probiotik merupakan
mikroorganisme hidup yang memberikan manfaat kesehatan ketika dikonsumsi dalam
jumlah yang cukup, sedangkan prebiotik adalah senyawa yang tidak dapat dicerna
oleh tubuh tetapi berfungsi sebagai sumber makanan bagi bakteri baik di usus
(Sánchez et al., 2020). Kedua komponen ini bekerja secara sinergis untuk
memperkuat keseimbangan mikrobiota usus, yang berperan dalam mendukung sistem
imun dan metabolisme bayi selama masa pertumbuhan awal.
Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemberian probiotik pada bayi, terutama yang lahir melalui
operasi sesar, dapat membantu meningkatkan keberagaman mikrobiota serta
mengurangi risiko alergi dan infeksi saluran cerna (Azad et al., 2018). Proses
kelahiran berpengaruh besar terhadap kolonisasi awal mikrobiota usus bayi. Bayi
yang lahir secara pervaginam mendapatkan paparan langsung dari mikrobiota ibu,
yang memberikan perlindungan alami terhadap berbagai patogen. Sebaliknya, bayi
yang lahir melalui operasi sesar memiliki mikrobiota yang lebih didominasi oleh
bakteri lingkungan rumah sakit, sehingga rentan terhadap gangguan kesehatan.
Oleh karena itu, suplementasi probiotik dapat membantu memperkaya mikrobiota
bayi yang lahir dengan cara ini.
Prebiotik juga berperan
dalam mendukung pertumbuhan bakteri menguntungkan seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus,
yang merupakan mikroorganisme dominan dalam usus bayi sehat. Salah satu sumber
prebiotik alami adalah oligosakarida dalam ASI, yang berfungsi sebagai makanan
bagi bakteri baik dan membantu membentuk ekosistem usus yang seimbang (Aatsinki
et al., 2020). ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan memberikan
efek protektif terhadap gangguan pencernaan dan infeksi, karena kandungan
prebiotiknya mendukung pertumbuhan mikrobiota yang sehat.
Bagi bayi yang tidak
mendapatkan ASI, susu formula yang diperkaya dengan prebiotik dapat menjadi
alternatif untuk mendukung perkembangan mikrobiota yang lebih baik. Studi
terbaru menunjukkan bahwa susu formula yang mengandung galakto-oligosakarida
(GOS) dan frukto-oligosakarida (FOS) dapat membantu meningkatkan populasi
bakteri baik di usus bayi serta mengurangi kejadian diare dan konstipasi
(Freedman et al., 2021). Dengan adanya formulasi ini, bayi yang tidak bisa
menerima ASI masih memiliki peluang untuk mendapatkan manfaat dari prebiotik
yang mendukung kesehatan pencernaan mereka.
Selain itu, pemberian
probiotik dan prebiotik pada bayi prematur terbukti dapat mengurangi risiko
enterokolitis nekrotikan (NEC), yaitu kondisi inflamasi serius pada usus yang
sering terjadi pada bayi yang lahir sebelum waktunya (Robertson et al., 2020).
NEC dapat menyebabkan kematian jaringan usus dan berujung pada komplikasi fatal
jika tidak ditangani dengan cepat. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
suplementasi probiotik, terutama strain seperti Lactobacillus reuteri dan Bifidobacterium
breve, dapat menurunkan insiden NEC serta memperbaiki kesehatan saluran cerna
bayi prematur.
Intervensi dengan
probiotik dan prebiotik juga telah dikaitkan dengan penurunan risiko gangguan
metabolik pada bayi. Mikrobiota yang sehat berperan dalam mengatur metabolisme
energi dan mempengaruhi respons imun, yang berhubungan dengan kejadian obesitas
dan penyakit metabolik di kemudian hari. Studi oleh Olson et al. (2022)
menemukan bahwa ketidakseimbangan mikrobiota di awal kehidupan dapat
meningkatkan risiko obesitas pada anak-anak, sehingga intervensi dini menjadi
sangat penting untuk mengoptimalkan kesehatan metabolik mereka sejak usia dini.
Lebih lanjut, manfaat
probiotik dan prebiotik tidak hanya terbatas pada kesehatan usus, tetapi juga
berdampak pada perkembangan kognitif dan neurologis bayi. Penelitian
menunjukkan bahwa mikrobiota usus memiliki hubungan erat dengan perkembangan
otak melalui sumbu usus-otak (gut-brain axis), yang dapat mempengaruhi fungsi
kognitif dan perilaku anak (Gensollen et al., 2016). Dengan demikian,
mengoptimalkan kesehatan mikrobiota sejak dini melalui pemberian probiotik dan
prebiotik dapat berkontribusi pada perkembangan otak yang lebih baik.
Meskipun manfaat
probiotik dan prebiotik cukup banyak, penggunaannya tetap perlu dikontrol dan
disesuaikan dengan kondisi individu bayi. Tidak semua bayi memerlukan
suplementasi probiotik, terutama jika mereka mendapatkan ASI eksklusif yang
sudah mengandung prebiotik alami. Oleh karena itu, penting bagi tenaga medis
untuk memberikan rekomendasi yang tepat berdasarkan kondisi kesehatan bayi,
metode persalinan, serta pola pemberian makanan mereka.
Dengan mempertimbangkan
berbagai manfaat ini, pemberian probiotik dan prebiotik sejak dini dapat
menjadi strategi penting dalam mendukung kesehatan bayi secara keseluruhan.
Intervensi ini tidak hanya membantu membentuk mikrobiota usus yang sehat tetapi
juga dapat mengurangi risiko berbagai gangguan kesehatan jangka panjang. Oleh
karena itu, edukasi kepada orang tua mengenai pentingnya probiotik dan
prebiotik dalam mendukung tumbuh kembang bayi harus terus digalakkan sebagai
bagian dari upaya pencegahan stunting dan penyakit metabolik di masa depan.
Program Suplementasi bagi Ibu Hamil
untuk Mendukung Mikrobiota Usus
Selain intervensi
langsung pada bayi, upaya untuk menjaga kesehatan mikrobiota juga dapat
dilakukan melalui suplementasi pada ibu hamil. Nutrisi yang dikonsumsi ibu
selama kehamilan memainkan peran penting dalam membentuk lingkungan mikrobiota
usus yang sehat, yang berdampak langsung pada perkembangan janin dan kesehatan
bayi setelah lahir (Korpela & de Vos, 2018). Pola makan yang kaya akan
nutrisi mendukung keseimbangan mikrobiota dan membantu mengurangi risiko
komplikasi kehamilan. Mikroorganisme dalam usus ibu tidak hanya memengaruhi
kesehatannya sendiri, tetapi juga akan diwariskan kepada bayi melalui
persalinan dan pemberian ASI.
Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa konsumsi probiotik selama kehamilan dapat membantu mengurangi
risiko komplikasi seperti preeklampsia dan diabetes gestasional, sekaligus
meningkatkan kualitas mikrobiota bayi saat lahir (Olson et al., 2022). Preeklampsia
adalah kondisi serius yang dapat meningkatkan risiko persalinan prematur dan
komplikasi pada bayi, sementara diabetes gestasional dapat berdampak pada berat
badan lahir serta perkembangan metabolik bayi. Dengan mengonsumsi probiotik
yang mendukung keseimbangan mikrobiota usus, ibu hamil dapat mengurangi risiko
inflamasi yang berkontribusi terhadap gangguan kehamilan tersebut.
Selain probiotik,
suplementasi prebiotik selama kehamilan juga memberikan manfaat besar bagi ibu
dan bayi. Prebiotik adalah senyawa yang tidak dapat dicerna oleh tubuh tetapi
berfungsi sebagai sumber makanan bagi bakteri baik di usus. Mengonsumsi prebiotik
dapat membantu meningkatkan komposisi mikrobiota usus ibu, yang pada akhirnya
akan diwariskan kepada bayi melalui persalinan dan ASI (Nuriel-Ohayon et al.,
2016). Dengan mendukung pertumbuhan bakteri baik seperti Bifidobacterium
dan Lactobacillus, prebiotik membantu menciptakan lingkungan mikrobiota
yang sehat, yang dapat mengurangi risiko infeksi dan peradangan pada ibu serta
bayi.
Makanan kaya serat,
seperti buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian, adalah sumber prebiotik alami
yang dapat meningkatkan populasi bakteri menguntungkan di usus ibu (Dunn et
al., 2017). Pola makan yang mengandung banyak serat telah dikaitkan dengan
peningkatan diversitas mikrobiota serta penurunan risiko penyakit metabolik
selama kehamilan. Dengan demikian, ibu hamil yang mengonsumsi cukup serat tidak
hanya mendapatkan manfaat bagi kesehatannya sendiri, tetapi juga membantu
membangun mikrobiota yang lebih baik untuk bayinya.
Selain dari makanan
alami, suplementasi prebiotik dalam bentuk suplemen juga dapat menjadi
alternatif yang efektif bagi ibu hamil. Suplemen yang mengandung
galakto-oligosakarida (GOS) atau frukto-oligosakarida (FOS) telah terbukti
membantu meningkatkan pertumbuhan bakteri baik di usus ibu, yang pada akhirnya
akan memengaruhi komposisi mikrobiota bayi (Freedman et al., 2021). Beberapa
produk susu fermentasi dan suplemen serat juga telah diformulasikan untuk
memberikan manfaat prebiotik bagi ibu hamil, yang dapat membantu mengurangi
risiko konstipasi serta gangguan pencernaan lainnya yang sering terjadi selama
kehamilan.
Pentingnya suplementasi
bagi ibu hamil juga terlihat dalam konteks kesehatan bayi setelah lahir. Studi
menunjukkan bahwa ibu yang mengonsumsi probiotik selama kehamilan memiliki bayi
dengan risiko alergi yang lebih rendah serta sistem imun yang lebih kuat
(Milani et al., 2017). Sistem imun bayi sangat bergantung pada mikrobiota yang
berkembang di ususnya, sehingga memiliki mikrobiota yang sehat sejak dini dapat
membantu bayi lebih tahan terhadap infeksi dan alergi.
Program suplementasi
probiotik dan prebiotik bagi ibu hamil dapat menjadi bagian dari kebijakan
kesehatan masyarakat yang lebih luas dalam mendukung perkembangan bayi yang
sehat. Di beberapa negara, sudah mulai diterapkan program edukasi dan
distribusi suplemen bagi ibu hamil untuk memastikan mereka mendapatkan nutrisi
yang cukup bagi pertumbuhan janin dan pembentukan mikrobiota yang sehat.
Intervensi semacam ini tidak hanya berdampak pada kesehatan ibu dan bayi,
tetapi juga dapat membantu menekan angka kejadian penyakit metabolik dan alergi
pada anak-anak di masa depan.
Di samping itu, peran
tenaga kesehatan dalam memberikan edukasi mengenai pentingnya mikrobiota juga
sangat krusial. Banyak ibu hamil yang belum menyadari manfaat probiotik dan
prebiotik, sehingga diperlukan pendekatan edukasi berbasis bukti untuk meningkatkan
pemahaman mereka. Program konsultasi gizi selama kehamilan dapat membantu ibu
hamil memilih makanan yang tepat serta memahami manfaat dari suplementasi
probiotik dan prebiotik.
Intervensi nutrisi
selama kehamilan bukan hanya tentang memastikan asupan kalori yang cukup,
tetapi juga tentang memberikan nutrisi yang mendukung keseimbangan mikrobiota
dan kesehatan sistem pencernaan ibu serta bayi. Suplementasi probiotik dan
prebiotik memiliki potensi besar dalam mendukung perkembangan mikrobiota yang
optimal sejak dalam kandungan, sehingga bayi dapat lahir dengan sistem imun
yang lebih kuat dan risiko gangguan kesehatan yang lebih rendah.
Bukti ilmiah menunjukkan adanya hubungan antara mikrobiota
usus ibu dan kesehatan bayi, sehingga program suplementasi selama kehamilan
harus menjadi bagian dari strategi kesehatan yang lebih komprehensif. Dukungan
dari pemerintah dan institusi kesehatan dalam menyediakan akses terhadap
makanan bergizi dan suplemen berkualitas dapat membantu memastikan bahwa setiap
ibu hamil memiliki kesempatan untuk memberikan awal kehidupan yang sehat bagi
bayinya.
Kebijakan Kesehatan Berbasis
Mikrobiota dalam Pencegahan Stunting
Stunting atau gangguan
pertumbuhan kronis pada anak masih menjadi tantangan kesehatan global, terutama
di negara berkembang. Faktor utama yang berkontribusi terhadap stunting adalah
kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, serta lingkungan yang tidak sehat,
termasuk ketidakseimbangan mikrobiota usus (Gensollen et al., 2016). Studi
terbaru menunjukkan bahwa anak-anak dengan stunting memiliki komposisi
mikrobiota usus yang berbeda dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki
pertumbuhan normal, dengan jumlah bakteri menguntungkan yang lebih rendah serta
meningkatnya bakteri patogen (Rinninella et al., 2019).
Intervensi berbasis
mikrobiota dapat menjadi pendekatan inovatif dalam pencegahan stunting. Salah
satu strategi yang dapat diterapkan adalah pemberian suplemen berbasis
probiotik dan prebiotik kepada ibu hamil dan anak usia dini untuk mendukung
keseimbangan mikrobiota yang sehat (Pärtty et al., 2018). Selain itu, program
pemberian makanan tambahan yang kaya akan prebiotik, seperti kacang-kacangan,
ubi jalar, dan pisang, dapat membantu meningkatkan pertumbuhan mikrobiota yang
menguntungkan di usus anak (Sánchez et al., 2020).
Selain intervensi
nutrisi, kebijakan kesehatan yang berfokus pada sanitasi dan kebersihan
lingkungan juga penting dalam mendukung kesehatan mikrobiota. Infeksi berulang
akibat sanitasi yang buruk dapat mengganggu keseimbangan mikrobiota usus, yang
pada akhirnya berkontribusi terhadap malnutrisi dan gangguan pertumbuhan
(Tanaka & Nakayama, 2017). Oleh karena itu, kebijakan kesehatan berbasis
mikrobiota perlu mengintegrasikan aspek nutrisi, suplementasi, serta perbaikan
kondisi sanitasi untuk mencegah stunting secara lebih efektif.
Dalam jangka panjang,
penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memahami lebih dalam hubungan
antara mikrobiota usus dan pertumbuhan anak. Penggunaan teknologi seperti
analisis metagenomik dapat membantu mengidentifikasi spesies mikroba yang
berperan dalam pertumbuhan anak serta mengembangkan intervensi yang lebih
spesifik (Korpela et al., 2020). Dengan semakin berkembangnya pemahaman tentang
peran mikrobiota dalam kesehatan bayi, diharapkan kebijakan kesehatan yang
lebih holistik dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anak di
seluruh dunia.
Pendekatan berbasis
mikrobiota dalam kesehatan ibu dan anak menawarkan peluang besar untuk
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bayi sejak dini. Melalui strategi
intervensi yang mencakup pemberian probiotik dan prebiotik, program
suplementasi ibu hamil, serta kebijakan berbasis mikrobiota dalam pencegahan
stunting, diharapkan dapat tercipta generasi yang lebih sehat dengan risiko
penyakit yang lebih rendah di masa depan.
Daftrar Pustka
Aatsinki,
A. K., Lahti, L., Uusitupa, H. M., Munukka, E., Keskitalo, A., Nolvi, S., …
& Karlsson, L. (2020). Gut microbiota composition is associated with
temperament traits in infants. Brain, Behavior, and Immunity, 80,
849–858. https://doi.org/10.1016/j.bbi.2019.05.035\
Arrieta,
M. C., Stiemsma, L. T., Amenyogbe, N., Brown, E. M., & Finlay, B. (2014).
The intestinal microbiome in early life: Health and disease. Frontiers in
Immunology, 5, 427. https://doi.org/10.3389/fimmu.2014.00427
Azad,
M. B., Konya, T., Maughan, H., Guttman, D. S., Field, C. J., Chari, R. S., …
& Kozyrskyj, A. L. (2018). Impact of maternal intrapartum antibiotics,
method of birth, and breastfeeding on gut microbiota during the first year of
life: A prospective cohort study. BJOG: An International Journal of
Obstetrics & Gynaecology, 125(7), 902–911. https://doi.org/10.1111/1471-0528.15294
Bäckhed,
F., Roswall, J., Peng, Y., Feng, Q., Jia, H., Kovatcheva-Datchary, P., ...
& Wang, J. (2015). Dynamics and stabilization of the human gut microbiome
during the first year of life. Cell Host & Microbe, 17(5), 690-703.
Belkaid,
Y., & Hand, T. W. (2014). Role of the microbiota in immunity and
inflammation. Cell, 157(1), 121-141.
https://doi.org/10.1016/j.cell.2014.03.011
Blanton,
L. V., Charbonneau, M. R., Salih, T., Barratt, M. J., & Gordon, J. I.
(2016). Childhood undernutrition, the gut microbiota, and microbiota-directed
therapeutics. Science, 352(6293), 1533. https://doi.org/10.1126/science.aad9359
Blanton,
L. V., Charbonneau, M. R., Salih, T., Barratt, M. J., Venkatesh, S., Ilkaveya,
O., ... & Gordon, J. I. (2016). Gut bacteria that prevent growth
impairments transmitted by microbiota from malnourished children. Science,
351(6275), 830–834. https://doi.org/10.1126/science.aad3311
Chu,
D. M., Ma, J., Prince, A. L., Antony, K. M., Seferovic, M. D., & Aagaard,
K. M. (2016). Maturation of the infant microbiome community structure and
function across multiple body sites and in relation to mode of delivery. Nature
Medicine, 23(3), 314–326. https://doi.org/10.1038/nm.4272
Dominguez-Bello,
M. G., Costello, E. K., Contreras, M., Magris, M., Hidalgo, G., Fierer, N.,
& Knight, R. (2016). Delivery mode shapes the acquisition and structure of
the initial microbiota across multiple body habitats in newborns. Proceedings
of the National Academy of Sciences, 107(26), 11971–11975. https://doi.org/10.1073/pnas.1002601107
Dunn,
A. B., Jordan, S., Baker, B. J., & Carlson, N. S. (2017). The maternal
infant microbiome: A review of factors that influence transmission, with a
focus on cesarean birth and infant formula feeding. Journal of Developmental
Origins of Health and Disease, 8(2), 192–206. https://doi.org/10.1017/S2040174417000116\
Freedman,
S. B., Williamson-Urquhart, S., Farion, K. J., Gouin, S., Willan, A. R.,
Poonai, N., … & Pediatric Emergency Research Canada Gastroenteritis Study
Group. (2021). Multicenter trial of a combination probiotic for children with
gastroenteritis. New England Journal of Medicine, 379(21), 2015–2026. https://doi.org/10.1056/NEJMoa1802597
Gensollen,
T., Iyer, S. S., Kasper, D. L., & Blumberg, R. S. (2016). How colonization
by microbiota in early life shapes the immune system. Science,
352(6285), 539–544. https://doi.org/10.1126/science.aad9378
Global
Nutrition Report. (2021). The state of global nutrition 2021.
Development Initiatives. https://globalnutritionreport.org
Hickman,
A., Patel, S., Timmons, J., & Venter, C. (2024). The gut microbiome:
Implications for early life nutrition and long-term health. Frontiers in
Nutrition, 11, 100256.
Korpela,
K., & de Vos, W. M. (2018). Early life colonization of the human gut:
Microbiota development and dynamics. Current Opinion in Microbiology,
44, 70–78. https://doi.org/10.1016/j.mib.2018.07.002
Korpela,
K., Blakstad, E. W., Dahl, C., Karlsson, L., Kvestad, I., Moltu, S. J., ...
& Rudi, K. (2020). Microbiome composition predicts growth in preterm
infants. Nature Medicine, 26(5), 743–751. https://doi.org/10.1038/s41591-020-0854-2
Milani,
C., Duranti, S., Bottacini, F., Casey, E., Turroni, F., Mahony, J., … &
Ventura, M. (2017). The first microbial colonizers of the human gut:
Composition, activities, and health implications of the infant gut microbiota. Microbiological
Reviews, 81(4), 909–951. https://doi.org/10.1128/MMBR.00036-17
Nuriel-Ohayon,
M., Neuman, H., & Koren, O. (2016). Microbial changes during pregnancy,
birth, and infancy. Frontiers in Microbiology, 7, 1031. https://doi.org/10.3389/fmicb.2016.01031
Olson,
C. A., Vuong, H. E., Yano, J. M., Liang, Q. Y., Nusbaum, D. J., & Hsiao, E.
Y. (2022). The gut microbiota mediates the anti-seizure effects of the
ketogenic diet. Cell, 181(6), 1263–1275.e11. https://doi.org/10.1016/j.cell.2020.04.027
Pärtty,
A., Kalliomäki, M., Wacklin, P., Salminen, S., & Isolauri, E. (2018).
Development of gut microbiota in infants and its relation to colic. Pediatric
Research, 82(4), 581–588. https://doi.org/10.1038/s41390-018-0082-6
Plaza-Diaz,
J., Gomez-Fernandez, A. R., Chueca, N., De La Cruz, J. L., Perez-Navero, J. L.,
& Gil, A. (2019). The gut microbiota and its implications in the
development of atopic dermatitis in pediatric patients. Nutrients, 11(8), 1857.
Rinninella,
E., Raoul, P., Cintoni, M., Franceschi, F., Miggiano, G. A. D., Gasbarrini, A.,
& Mele, M. C. (2019). What is the healthy gut microbiota composition? A
changing ecosystem across age, environment, diet, and diseases. Microorganisms,
7(1), 14. https://doi.org/10.3390/microorganisms7010014
Robertson,
R. C., Manges, A. R., Finlay, B. B., & Prendergast, A. J. (2020). The human
microbiome and child growth – First 1000 days and beyond. Trends in
Microbiology, 27(2), 131–147. https://doi.org/10.1016/j.tim.2018.09.008
Rodriguez,
J. M., Murphy, K., Stanton, C., Ross, R. P., Kober, O. I., Juge, N., ... &
Collado, M. C. (2020). The composition of the gut microbiota throughout life,
with an emphasis on early life. Microbial Ecology in Health and Disease, 31(1),
183–197. https://doi.org/10.1080/16512235.2020.1830706
Sánchez,
B., Delgado, S., Blanco-Míguez, A., Lourenço, A., Gueimonde, M., &
Margolles, A. (2020). Probiotics, gut microbiota, and their influence on host
health and disease. Molecular Nutrition & Food Research, 61(1),
1600240. https://doi.org/10.1002/mnfr.201600240
Schneider,
K. M., Mohs, A., Kilic, K., Candels, L. S., Elfers, C., Bennek, E., ... &
Trautwein, C. (2023). Intestinal microbiota protects against diet-induced
obesity by modulating adaptive thermogenesis. Nature Metabolism, 5(1), 50-65.
Schwartz,
D. J., Langdon, A. E., & Dantas, G. (2020). Understanding the impact of
antibiotic perturbation on the human microbiome. Genome Medicine, 12(1),
82. https://doi.org/10.1186/s13073-020-00761-6
Silveira-Nunes,
G., Durso, D. F., de Oliveira, L. R., Cunha, E. H. M., Maioli, T. U., Vieira,
A. T., ... & Teixeira, M. M. (2020). Hypertension is associated with
intestinal microbiota dysbiosis and inflammation in a Brazilian population. Frontiers
in Pharmacology, 10, 258. https://doi.org/10.3389/fphar.2019.0258
Survei
Status Gizi Indonesia (SSGI). (2021). Laporan Hasil Survei Status Gizi
Indonesia Tahun 2021. Kementerian Kesehatan RI. https://www.litbang.kemkes.go.id
Tamburini,
S., Shen, N., Wu, H. C., & Clemente, J. C. (2016). The microbiome in early
life: implications for health outcomes. Nature Medicine, 22(7), 713-722.
https://doi.org/10.1038/nm.4142
Tanaka,
M., & Nakayama, J. (2017). Development of the gut microbiota in infancy and
its impact on health in later life. Allergology International, 66(4),
515–522. https://doi.org/10.1016/j.alit.2017.07.010
Timmerman,
H. M., Rutten, N. B., Boekhorst, J., Saulnier, D. M., Kortman, G. A.,
Contractor, N., ... & Knol, J. (2017). Intestinal microbiota development
and childhood health implications. Frontiers in Cellular and Infection
Microbiology, 7, 31. https://doi.org/10.3389/fcimb.2017.00031
Vázquez-Frias,
R. (2022). The role of human milk oligosaccharides in infant gut microbiota
development. Nestlé Nutrition Institute Review, 47(3), 32-40.
Widodo,
R. T. (2020). The role of gut microbiota in preterm infants: Implications for
immunity and growth. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 17(1), 45-56.