Mikrobioma Usus dan Pertumbuhan Bayi: Pengaruh Nutrisi Ibu dan Intervensi Dini

  • 11:38 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Mikrobioma Usus dan  Pertumbuhan Bayi: Pengaruh Nutrisi Ibu dan Intervensi Dini

Syamsul Alam

Prodi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

 

Pendahuluan

Mikrobioma usus memiliki peran yang krusial dalam kesehatan dan perkembangan bayi sejak masa awal kehidupan. Komposisi mikrobioma usus dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk pola makan ibu selama kehamilan dan menyusui, metode persalinan, serta pemberian ASI atau susu formula (Rodriguez et al., 2020). Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa keseimbangan mikrobiota usus berkorelasi dengan pertumbuhan yang optimal dan perkembangan sistem imun bayi (Milani et al., 2017). Oleh karena itu, memahami faktor-faktor yang memengaruhi mikrobioma usus dan dampaknya terhadap pertumbuhan bayi sangat penting dalam upaya pencegahan masalah gizi dan kesehatan anak di masa depan.

Menurut laporan Global Nutrition Report 2021, sekitar 22% anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting secara global (Development Initiatives, 2021), sementara di Indonesia, angka stunting mencapai 24,4% berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 (Kementerian Kesehatan RI, 2021). Kondisi ini menunjukkan bahwa masalah gizi pada bayi dan anak masih menjadi tantangan besar di berbagai negara, termasuk Indonesia. Faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan bayi, termasuk mikrobioma usus, harus mendapat perhatian lebih dalam upaya pencegahan stunting dan peningkatan kualitas kesehatan anak.

Mikrobioma usus terdiri dari berbagai jenis bakteri yang berperan dalam proses metabolisme, pemecahan nutrisi, serta sintesis vitamin yang esensial bagi pertumbuhan bayi (Arrieta et al., 2014). Sejak lahir, bayi mulai mengalami kolonisasi bakteri yang berasal dari ibu dan lingkungan sekitar. Komposisi awal mikrobioma usus ini sangat menentukan bagaimana perkembangan sistem imun bayi di masa mendatang (Milani et al., 2017). Selain itu, perkembangan mikrobioma usus berhubungan erat dengan sistem imun mukosa yang berperan dalam melindungi tubuh dari patogen. Sistem ini berfungsi sebagai garis pertahanan pertama terhadap infeksi dan membantu dalam diferensiasi sel imun (Gensollen et al., 2016). Ketidakseimbangan mikrobiota usus dapat menyebabkan gangguan seperti alergi, penyakit inflamasi usus, serta risiko penyakit metabolik di kemudian hari (Cox et al., 2014).

Pola makan ibu selama kehamilan dan menyusui menjadi faktor utama yang dapat memengaruhi mikrobiota usus bayi. Konsumsi makanan kaya serat, probiotik, dan prebiotik dapat mendukung pertumbuhan bakteri menguntungkan seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium, yang berperan dalam fermentasi serat dan produksi asam lemak rantai pendek yang penting bagi kesehatan usus bayi (Korpela & de Vos, 2018). Metode persalinan juga memainkan peran penting dalam kolonisasi awal mikrobiota usus bayi. Bayi yang lahir melalui persalinan normal cenderung memiliki mikrobiota yang lebih kaya dan beragam dibandingkan dengan bayi yang lahir melalui operasi sesar. Persalinan normal memungkinkan transfer mikroorganisme dari saluran reproduksi ibu ke bayi, yang membantu pembentukan sistem imun dan metabolisme yang lebih baik (Dominguez-Bello et al., 2016).

Pemberian ASI merupakan faktor kunci dalam membentuk mikrobioma usus yang sehat. ASI mengandung oligosakarida yang berfungsi sebagai prebiotik alami, mendukung pertumbuhan Bifidobacterium yang membantu pencernaan dan meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi (Timmerman et al., 2017). Selain itu, ASI juga mengandung komponen imunologis seperti imunoglobulin dan laktoferin yang membantu melawan patogen (Walker & Iyengar, 2015).

Sebaliknya, bayi yang diberi susu formula cenderung memiliki komposisi mikrobiota yang berbeda, dengan jumlah bakteri patogen yang lebih tinggi dan keanekaragaman bakteri yang lebih rendah dibandingkan bayi yang diberi ASI. Hal ini dapat meningkatkan risiko bayi mengalami infeksi, alergi, serta gangguan pencernaan di masa depan (Guaraldi & Salvatori, 2012). Penggunaan antibiotik pada ibu selama kehamilan atau pada bayi setelah lahir juga dapat memengaruhi keseimbangan mikrobiota usus. Antibiotik dapat membunuh bakteri menguntungkan di usus, menyebabkan ketidakseimbangan yang dapat berdampak negatif pada kesehatan bayi. Oleh karena itu, pemberian antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati dan hanya jika diperlukan (Korpela et al., 2020). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa faktor lingkungan, termasuk kebersihan dan paparan mikroba dari lingkungan sekitar, juga berkontribusi terhadap perkembangan mikrobioma usus bayi. Bayi yang tumbuh dalam lingkungan yang terlalu steril cenderung memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan autoimun dan alergi dibandingkan dengan bayi yang terpapar berbagai mikroba sejak dini (Rook et al., 2014).

Intervensi yang tepat sejak masa awal kehidupan dapat membantu dalam membangun mikrobiota usus yang sehat. Pemberian probiotik dan prebiotik kepada ibu hamil dan bayi dapat menjadi strategi yang efektif dalam mendukung keseimbangan mikrobiota usus dan meningkatkan kesehatan bayi secara keseluruhan (Turroni et al., 2020). Selain itu, edukasi kepada ibu mengenai pentingnya nutrisi selama kehamilan dan menyusui juga berperan dalam mendukung pertumbuhan bayi yang optimal. Dengan memahami peran mikrobioma usus dan faktor-faktor yang memengaruhinya, diharapkan dapat dikembangkan strategi yang lebih efektif dalam mendukung kesehatan bayi sejak awal kehidupan. Hal ini tidak hanya berdampak pada pertumbuhan bayi secara fisik tetapi juga pada perkembangan sistem imun dan metabolisme yang sehat hingga dewasa.

Oleh karena itu, tinjauan ini memberikan informasi mengenai faktor-faktor utama yang memengaruhi mikrobioma usus bayi serta dampaknya terhadap pertumbuhan dan kesehatan jangka panjang. Dengan memahami hubungan antara pola makan ibu, metode persalinan, pemberian ASI, serta intervensi dini seperti probiotik dan prebiotik, dapat memberikan masukan untuk merancang strategi nutrisi yang lebih efektif dalam upaya pencegahan stunting dan peningkatan kualitas hidup anak. Selain itu, kajian ini juga diharapkan dapat menjadi dasar bagi pengembangan kebijakan kesehatan yang lebih berorientasi pada optimalisasi mikrobiota usus dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi sejak masa awal kehidupan.

Komposisi Mikrobioma Usus dan Fungsi dalam Pertumbuhan Bayi

Mikrobioma usus merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam kesehatan dan perkembangan bayi sejak lahir. Komunitas mikroorganisme ini tidak hanya membantu dalam proses pencernaan, tetapi juga memiliki peran penting dalam metabolisme dan sistem kekebalan tubuh. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, semakin banyak penelitian yang menyoroti peran mikrobiota usus dalam menentukan status kesehatan anak, termasuk pencegahan penyakit metabolik dan infeksi. Mikrobioma usus tidak hanya bertindak sebagai pendukung dalam pemrosesan makanan, tetapi juga memainkan peran yang jauh lebih luas dalam pengaturan respons imun dan perlindungan terhadap patogen. Oleh karena itu, pemahaman tentang mikrobioma usus sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas pertumbuhan bayi dan mengembangkan strategi intervensi yang efektif dalam perawatan kesehatan anak.

Mikrobioma usus dan ekosistem bakteri di saluran pencernaan bayi,

Mikrobioma usus mengacu pada kumpulan mikroorganisme yang menghuni saluran pencernaan manusia, termasuk bakteri, virus, jamur, dan archaea. Pada bayi, mikrobiota usus mulai berkembang sejak lahir dan mengalami perubahan seiring dengan pertumbuhan dan pola makan. Faktor-faktor seperti metode persalinan, pemberian ASI, penggunaan antibiotik, dan lingkungan sangat mempengaruhi komposisi mikrobiota usus bayi (Milani et al., 2017). Setiap bayi memiliki mikrobiota unik yang berkembang secara dinamis sejak kelahirannya dan terus mengalami perubahan selama tahun-tahun pertama kehidupan. Mikrobiota yang sehat sangat bergantung pada interaksi kompleks antara genetik bayi, lingkungan sekitar, serta asupan nutrisi yang diterimanya.

Bayi yang lahir secara normal umumnya mendapatkan mikrobiota yang kaya akan Lactobacillus dan Bifidobacterium dari jalur kelahiran ibunya, sedangkan bayi yang lahir melalui operasi sesar lebih banyak memiliki mikrobiota yang berasal dari lingkungan rumah sakit, seperti Staphylococcus dan Clostridium (Dominguez-Bello et al., 2016). Hal ini menunjukkan bahwa proses kelahiran memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan mikrobiota usus bayi pada tahap awal kehidupan. Bayi yang lahir melalui operasi sesar cenderung memiliki keterlambatan dalam kolonisasi bakteri yang bermanfaat, yang dapat berdampak pada sistem imun dan meningkatkan risiko terkena penyakit alergi atau autoimun di kemudian hari. Oleh karena itu, banyak penelitian kini berfokus pada bagaimana cara mengoptimalkan mikrobiota usus bayi yang lahir melalui operasi sesar, misalnya dengan pemberian probiotik atau transfer mikrobiota dari ibu.

Peran utama mikrobiota dalam metabolisme, pencernaan, dan sistem imun

Mikrobiota usus berperan penting dalam proses metabolisme dengan membantu pencernaan zat-zat yang tidak dapat dipecah oleh enzim pencernaan manusia. Bakteri dalam usus bayi dapat memfermentasi serat dan karbohidrat kompleks menjadi asam lemak rantai pendek (SCFA) seperti butirat, asetat, dan propionat, yang berfungsi sebagai sumber energi dan membantu menjaga integritas mukosa usus (Silveira-Nunes et al., 2020). Proses fermentasi ini tidak hanya mendukung pemecahan nutrisi tetapi juga berkontribusi dalam pemeliharaan keseimbangan pH usus serta meningkatkan penyerapan mineral penting seperti kalsium dan zat besi. Dengan demikian, mikrobiota yang sehat berperan dalam mendukung tumbuh kembang bayi secara optimal melalui peningkatan efisiensi penyerapan nutrisi yang dibutuhkan tubuhnya.

Selain itu, mikrobiota juga mendukung pemecahan laktosa dalam ASI dan meningkatkan penyerapan nutrisi esensial seperti kalsium, zat besi, dan vitamin K. Oleh karena itu, keseimbangan mikrobiota yang sehat sangat berpengaruh terhadap status gizi dan pertumbuhan bayi. Dalam hal ini, pemberian ASI memiliki peran sentral dalam membentuk komunitas mikrobiota yang optimal, karena ASI mengandung oligosakarida yang secara selektif mendukung pertumbuhan bakteri bermanfaat seperti Bifidobacterium. Dengan adanya mikrobiota yang seimbang, bayi memiliki peluang lebih besar untuk berkembang secara sehat dan terhindar dari berbagai gangguan metabolik atau pencernaan yang dapat menghambat pertumbuhan.

Sistem imun bayi yang baru lahir masih berkembang dan membutuhkan stimulasi dari lingkungan untuk dapat berfungsi secara optimal. Mikrobiota usus berperan dalam melatih sistem imun untuk mengenali dan merespons patogen dengan tepat. Bakteri komensal seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus dapat merangsang produksi sel imun seperti limfosit T regulator, yang berfungsi untuk mengontrol respons imun dan mencegah reaksi inflamasi berlebihan (Belkaid & Hand, 2014). Selain itu, mikrobiota juga menghasilkan berbagai senyawa bioaktif yang berperan dalam mengatur keseimbangan sistem imun. Dengan adanya mikrobiota yang sehat, tubuh bayi lebih mampu mengembangkan toleransi imunologis yang mencegah risiko alergi, penyakit autoimun, serta infeksi usus yang sering terjadi pada bayi dengan mikrobiota yang tidak seimbang.

Mikrobiota juga berperan dalam pembentukan sawar usus, yang berfungsi sebagai pertahanan pertama terhadap patogen. Dengan meningkatkan produksi mukus dan memperkuat lapisan epitel usus, mikrobiota membantu mencegah kolonisasi bakteri patogen yang dapat menyebabkan infeksi. Mikroorganisme dalam usus juga bekerja sama dengan sel epitel usus untuk menjaga keseimbangan antara bakteri baik dan patogen, sehingga mencegah munculnya kondisi inflamasi kronis yang dapat mempengaruhi perkembangan sistem pencernaan dan kesehatan bayi secara keseluruhan.

Beberapa faktor dapat mempengaruhi perkembangan mikrobiota usus bayi, termasuk metode persalinan, pola pemberian makan, dan penggunaan antibiotik. ASI diketahui mengandung prebiotik alami seperti oligosakarida yang mendukung pertumbuhan Bifidobacterium dan Lactobacillus, sementara pemberian susu formula cenderung menghasilkan mikrobiota yang lebih beragam tetapi kurang dominan oleh bakteri probiotik yang menguntungkan (Schwartz et al., 2020). Oleh karena itu, para ahli kesehatan merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan bayi untuk memastikan perkembangan mikrobiota yang optimal dan mendukung kesehatan sistem imun serta metabolisme yang baik.

Keseimbangan mikrobiota usus yang sehat berhubungan erat dengan pertumbuhan bayi yang optimal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komposisi mikrobiota yang kaya akan Bifidobacterium dikaitkan dengan penambahan berat badan yang lebih baik, sementara ketidakseimbangan mikrobiota dapat berkontribusi terhadap malnutrisi dan gangguan perkembangan (Tamburini et al., 2016). Selain itu, mikrobiota yang sehat juga berperan dalam perkembangan sistem saraf bayi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara mikrobiota usus dan fungsi kognitif, di mana mikrobiota yang seimbang dapat berkontribusi terhadap perkembangan otak dan keseimbangan neurotransmiter.

Mikrobioma usus memiliki peran yang sangat penting dalam metabolisme, pencernaan, dan sistem imun bayi. Komposisi mikrobiota usus dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk metode persalinan, pemberian ASI, dan paparan lingkungan. Keseimbangan mikrobiota yang sehat dapat mendukung pertumbuhan bayi yang optimal dan melindungi mereka dari berbagai penyakit. Oleh karena itu, strategi untuk menjaga kesehatan mikrobiota usus bayi, seperti pemberian ASI dan menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu, menjadi sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas kesehatan anak.

Kaitan Mikrobioma Usus dengan Pertumbuhan Bayi

Mikrobioma usus merupakan komunitas mikroorganisme yang hidup di saluran pencernaan manusia, termasuk bakteri menguntungkan seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium. Mikrobiota ini membantu pencernaan, sintesis vitamin, dan regulasi sistem imun bayi (Arrieta et al., 2014). Perbedaan dalam komposisi mikrobioma usus telah dikaitkan dengan variasi dalam pertumbuhan bayi, di mana ketidakseimbangan mikrobiota dapat berkontribusi pada risiko stunting dan gangguan perkembangan lainnya (Blanton et al., 2016).

Perkembangan mikrobioma usus sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk jenis persalinan, pola pemberian makanan, lingkungan, dan penggunaan antibiotik. Bayi yang lahir melalui persalinan normal memiliki mikrobiota usus yang lebih beragam dibandingkan dengan bayi yang lahir melalui operasi sesar, yang lebih banyak terpapar mikrobiota dari lingkungan rumah sakit (Bäckhed et al., 2015). Selain itu, pemberian ASI memainkan peran penting dalam kolonisasi mikrobiota yang sehat karena mengandung Human Milk Oligosaccharides (HMO) yang mendukung pertumbuhan spesifik bifidobacteria (Vázquez-Frias, 2022).

Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian semakin menyoroti hubungan antara mikrobiota usus dan pertumbuhan bayi. Studi oleh Hickman et al. (2024) menunjukkan bahwa minggu-minggu pertama kehidupan sangat penting untuk pembentukan mikrobiota usus yang sehat, yang dapat mencegah berbagai penyakit di masa depan, termasuk alergi, infeksi, dan obesitas. Temuan ini memperkuat gagasan bahwa intervensi sejak dini dalam pola makan dan lingkungan bayi dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi kesehatannya. Studi lainnya oleh Widodo (2020) mengungkapkan bahwa bayi prematur cenderung memiliki komposisi mikrobiota usus yang berbeda dibandingkan bayi cukup bulan. Ketidakseimbangan mikrobiota ini dapat meningkatkan risiko berbagai komplikasi kesehatan, termasuk gangguan pertumbuhan dan sistem imun yang lemah. Oleh karena itu, pendekatan berbasis probiotik dan prebiotik menjadi strategi potensial untuk mengoptimalkan mikrobiota usus bayi prematur guna mendukung pertumbuhan dan perkembangannya.

Mikrobiota usus juga memainkan peran penting dalam metabolisme energi dan penyerapan nutrisi. Penelitian oleh Blanton et al. (2016) menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami malnutrisi cenderung memiliki mikrobiota usus yang kurang berkembang dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik. Hal ini mengindikasikan bahwa intervensi nutrisi yang tidak hanya berfokus pada kecukupan gizi tetapi juga pada komposisi mikrobiota dapat menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan stunting.

Selain itu, pola diet bayi setelah masa ASI eksklusif juga berperan dalam membentuk mikrobiota usus. Plaza-Diaz et al. (2019) menemukan bahwa konsumsi biji-bijian utuh dibandingkan dengan biji-bijian olahan dapat mengubah komposisi mikrobiota usus bayi usia 4 hingga 7 bulan, menunjukkan pentingnya kualitas makanan pendamping ASI dalam perkembangan mikrobiota usus. Penelitian terbaru juga mengidentifikasi peran Escherichia coli dan Clostridium dalam keseimbangan mikrobiota usus bayi. Meskipun beberapa strain E. coli bermanfaat dalam pencernaan, ketidakseimbangan dalam populasi bakteri ini dapat menyebabkan inflamasi dan gangguan penyerapan nutrisi (Schneider et al., 2023). Sementara itu, dominasi Clostridium dalam mikrobiota usus dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan metabolisme dan inflamasi yang berkontribusi terhadap pertumbuhan suboptimal pada bayi.

Intervensi berbasis probiotik dan prebiotik menjadi perhatian utama dalam pengelolaan mikrobiota usus bayi. Suplementasi probiotik dengan strain Lactobacillus dan Bifidobacterium telah terbukti dapat meningkatkan kesehatan pencernaan serta mendukung pertumbuhan bayi dengan cara meningkatkan absorpsi nutrisi dan memperkuat respons imun (Milani et al., 2020). Studi lain juga menunjukkan bahwa pemberian kombinasi probiotik dan HMO dapat mengoptimalkan perkembangan mikrobiota usus pada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif, sehingga mendukung pertumbuhan yang lebih baik (Vázquez-Frias, 2022).

Mengingat pentingnya mikrobiota usus dalam mendukung pertumbuhan bayi, pendekatan berbasis nutrisi yang mempertimbangkan kesehatan mikrobiota menjadi strategi yang menjanjikan dalam pencegahan stunting dan gangguan perkembangan lainnya. Studi yang lebih lanjut masih diperlukan untuk memahami mekanisme yang lebih spesifik mengenai bagaimana intervensi berbasis mikrobiota dapat diintegrasikan dalam kebijakan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan bayi secara keseluruhan.

Peran Nutrisi Ibu dalam Pembentukan Mikrobioma Bayi

Mikrobioma usus bayi memainkan peran krusial dalam perkembangan kesehatan metabolik dan imunologis sejak awal kehidupan. Komunitas mikroorganisme yang terdiri dari berbagai jenis bakteri ini membantu dalam proses pencernaan, penyerapan nutrisi, serta regulasi sistem imun bayi yang masih berkembang. Pembentukan mikrobioma ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk pola makan ibu selama kehamilan dan menyusui (Nuriel-Ohayon et al., 2016). Nutrisi ibu tidak hanya berperan dalam mendukung pertumbuhan janin, tetapi juga dalam membentuk mikrobiota yang diwariskan kepada bayi melalui persalinan, air susu ibu (ASI), dan interaksi lingkungan (Korpela & de Vos, 2018). Oleh karena itu, memahami bagaimana pola makan ibu mempengaruhi mikrobioma bayi menjadi langkah penting untuk mendukung tumbuh kembang yang optimal.

Diet ibu selama kehamilan memiliki dampak langsung pada perkembangan mikrobiota janin. Konsumsi makanan yang tinggi serat dan kaya prebiotik, seperti inulin dan fruktooligosakarida (FOS), telah terbukti meningkatkan pertumbuhan bakteri baik seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus, yang berperan dalam mendukung sistem imun bayi (Aatsinki et al., 2020). Serat dari sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian tidak hanya membantu kesehatan pencernaan ibu tetapi juga memberikan lingkungan yang mendukung kolonisasi mikroba yang bermanfaat bagi bayi. Sebaliknya, pola makan yang tinggi lemak jenuh dan rendah serat dapat menyebabkan disbiosis mikrobiota, suatu kondisi di mana keseimbangan mikroorganisme dalam usus terganggu, yang berhubungan dengan peningkatan risiko obesitas dan gangguan metabolik pada anak di kemudian hari (Chu et al., 2016).

Studi terbaru menunjukkan bahwa pola makan ibu juga dapat memengaruhi mikrobiota plasenta, meskipun masih terdapat perdebatan mengenai keberadaan mikrobiota dalam lingkungan intrauterin (Olson et al., 2022). Diet yang kaya antioksidan, asam lemak tak jenuh ganda, dan serat dikaitkan dengan peningkatan diversitas mikroba dalam plasenta, yang berpotensi memengaruhi kolonisasi awal mikrobiota bayi setelah lahir (Dunn et al., 2017). Keberagaman mikroba dalam plasenta dapat berperan dalam modulasi respons imun bayi sejak dalam kandungan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesehatan bayi di kemudian hari.

Setelah kelahiran, ASI menjadi sumber utama mikrobiota bagi bayi, dengan lebih dari 700 spesies bakteri yang ditemukan dalam susu ibu (Milani et al., 2017). Selain itu, ASI mengandung berbagai oligosakarida yang tidak dapat dicerna oleh bayi tetapi berfungsi sebagai prebiotik bagi bakteri usus yang menguntungkan. Komposisi mikrobiota dalam ASI dipengaruhi oleh pola makan ibu menyusui. Konsumsi makanan fermentasi dan probiotik dapat meningkatkan keberadaan bakteri menguntungkan seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium dalam ASI, yang kemudian membantu membentuk mikrobiota usus bayi (Sánchez et al., 2020). Intervensi berbasis nutrisi selama menyusui dapat menjadi strategi penting dalam mendukung kesehatan bayi secara keseluruhan.

Prebiotik merupakan serat tidak dapat dicerna yang berfungsi sebagai sumber makanan bagi bakteri baik di usus. Studi menunjukkan bahwa ibu yang mengonsumsi makanan tinggi prebiotik selama kehamilan dan menyusui dapat meningkatkan pertumbuhan Bifidobacterium pada bayi mereka (Azad et al., 2018). Beberapa sumber prebiotik yang sering direkomendasikan meliputi pisang, bawang putih, asparagus, dan gandum utuh. Makanan ini dapat membantu memperkaya lingkungan mikrobiota usus bayi dan berkontribusi terhadap perkembangan sistem imun yang lebih kuat.

Selain prebiotik, probiotik juga memiliki peran penting dalam mendukung mikrobiota bayi. Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang memberikan manfaat kesehatan ketika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup. Suplementasi probiotik selama kehamilan dan menyusui telah terbukti meningkatkan kesehatan mikrobiota usus bayi, mengurangi risiko alergi, dan meningkatkan sistem imun bayi (Pärtty et al., 2018). Oleh karena itu, konsumsi probiotik oleh ibu hamil dan menyusui dapat menjadi strategi yang efektif untuk meningkatkan kesehatan bayi, terutama dalam mencegah gangguan pencernaan seperti diare dan kolik.

Makanan fermentasi seperti yogurt, kefir, kimchi, dan tempe mengandung bakteri menguntungkan yang dapat memperkaya mikrobiota usus ibu dan bayi. Konsumsi makanan fermentasi oleh ibu menyusui telah dikaitkan dengan peningkatan transfer bakteri baik melalui ASI dan penurunan risiko gangguan pencernaan pada bayi (Freedman et al., 2021). Selain manfaat bagi kesehatan pencernaan, makanan fermentasi juga mengandung berbagai senyawa bioaktif yang dapat mendukung keseimbangan mikrobiota usus secara keseluruhan.

Beberapa studi juga menunjukkan bahwa suplementasi prebiotik dan probiotik selama kehamilan dapat menurunkan risiko kolik infantil, alergi, dan eksim atopik pada bayi (Tanaka & Nakayama, 2017). Hal ini menunjukkan bahwa mikrobiota usus yang sehat sejak awal kehidupan dapat berperan dalam pencegahan penyakit non-komunikabel di kemudian hari. Dengan memahami peran mikrobiota dalam kesehatan bayi, kebijakan kesehatan ibu dan anak dapat lebih difokuskan pada strategi nutrisi yang mendukung keseimbangan mikroba sejak dini.

Mikrobiota usus bayi juga berperan dalam metabolisme berbagai nutrisi, termasuk produksi asam lemak rantai pendek (SCFA) yang penting bagi kesehatan usus (Rinninella et al., 2019). Nutrisi ibu yang kaya serat dapat meningkatkan produksi SCFA, yang membantu regulasi inflamasi dan fungsi sistem imun bayi. Dengan demikian, pola makan ibu yang seimbang tidak hanya mendukung pertumbuhan fisik bayi tetapi juga perkembangan sistem imun dan metabolisme mereka, yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan jangka panjang.

Namun, beberapa faktor dapat mengganggu pembentukan mikrobiota sehat pada bayi. Penggunaan antibiotik selama kehamilan dan menyusui, misalnya, dapat mengganggu keseimbangan mikrobiota dan menyebabkan disbiosis (Korpela et al., 2020). Disbiosis ini dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, termasuk peningkatan risiko infeksi serta gangguan pencernaan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bayi. Oleh karena itu, penggunaan antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati dan disertai dengan langkah-langkah pemulihan mikrobiota usus.

Penting untuk mengintegrasikan panduan gizi yang mempertimbangkan dampak mikrobiota dalam kebijakan kesehatan ibu dan anak. Penyuluhan kepada ibu hamil dan menyusui mengenai pentingnya pola makan yang mendukung mikrobiota bayi perlu ditingkatkan (Robertson et al., 2020). Kampanye edukasi yang berfokus pada konsumsi makanan kaya serat, prebiotik, dan probiotik dapat membantu mengoptimalkan kolonisasi mikroba yang menguntungkan sejak dini.

Ibu hamil dan menyusui disarankan untuk mengonsumsi makanan kaya prebiotik dan probiotik untuk mendukung mikrobiota sehat, menghindari diet tinggi lemak jenuh dan makanan olahan yang dapat menyebabkan disbiosis, serta meminimalkan penggunaan antibiotik yang tidak perlu untuk menghindari gangguan mikrobiota. Dengan langkah-langkah ini, kesehatan mikrobiota bayi dapat dipertahankan sejak awal kehidupan, memberikan manfaat jangka panjang terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi.

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami hubungan antara pola makan ibu, mikrobiota, dan perkembangan bayi dalam jangka panjang. Penggunaan teknologi seperti metagenomik dapat memberikan wawasan lebih dalam tentang peran mikrobiota dalam kesehatan bayi (Gensollen et al., 2016). Dengan penelitian yang lebih mendalam, strategi yang lebih tepat sasaran dapat dikembangkan untuk mendukung kesehatan ibu dan bayi secara lebih efektif.

Intervensi Dini untuk Menjaga Kesehatan Mikrobioma Bayi

Mikrobioma usus berperan penting dalam perkembangan sistem imun, metabolisme, serta pertumbuhan bayi sejak awal kehidupan. Komposisi mikrobiota usus yang sehat membantu dalam penyerapan nutrisi, sintesis vitamin, serta perlindungan terhadap patogen (Milani et al., 2017). Namun, faktor lingkungan seperti pola makan, metode persalinan, serta penggunaan antibiotik dapat memengaruhi keseimbangan mikrobiota. Oleh karena itu, intervensi dini menjadi langkah strategis dalam mendukung kesehatan mikrobiota bayi untuk mengurangi risiko gangguan pertumbuhan dan penyakit kronis di kemudian hari (Tanaka & Nakayama, 2017).

Manfaat Pemberian Probiotik dan Prebiotik Sejak Dini

Pemberian probiotik dan prebiotik sejak dini memiliki peran penting dalam membentuk mikrobiota yang sehat serta meningkatkan kesehatan bayi secara keseluruhan. Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang memberikan manfaat kesehatan ketika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup, sedangkan prebiotik adalah senyawa yang tidak dapat dicerna oleh tubuh tetapi berfungsi sebagai sumber makanan bagi bakteri baik di usus (Sánchez et al., 2020). Kedua komponen ini bekerja secara sinergis untuk memperkuat keseimbangan mikrobiota usus, yang berperan dalam mendukung sistem imun dan metabolisme bayi selama masa pertumbuhan awal.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian probiotik pada bayi, terutama yang lahir melalui operasi sesar, dapat membantu meningkatkan keberagaman mikrobiota serta mengurangi risiko alergi dan infeksi saluran cerna (Azad et al., 2018). Proses kelahiran berpengaruh besar terhadap kolonisasi awal mikrobiota usus bayi. Bayi yang lahir secara pervaginam mendapatkan paparan langsung dari mikrobiota ibu, yang memberikan perlindungan alami terhadap berbagai patogen. Sebaliknya, bayi yang lahir melalui operasi sesar memiliki mikrobiota yang lebih didominasi oleh bakteri lingkungan rumah sakit, sehingga rentan terhadap gangguan kesehatan. Oleh karena itu, suplementasi probiotik dapat membantu memperkaya mikrobiota bayi yang lahir dengan cara ini.

Prebiotik juga berperan dalam mendukung pertumbuhan bakteri menguntungkan seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus, yang merupakan mikroorganisme dominan dalam usus bayi sehat. Salah satu sumber prebiotik alami adalah oligosakarida dalam ASI, yang berfungsi sebagai makanan bagi bakteri baik dan membantu membentuk ekosistem usus yang seimbang (Aatsinki et al., 2020). ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan memberikan efek protektif terhadap gangguan pencernaan dan infeksi, karena kandungan prebiotiknya mendukung pertumbuhan mikrobiota yang sehat.

Bagi bayi yang tidak mendapatkan ASI, susu formula yang diperkaya dengan prebiotik dapat menjadi alternatif untuk mendukung perkembangan mikrobiota yang lebih baik. Studi terbaru menunjukkan bahwa susu formula yang mengandung galakto-oligosakarida (GOS) dan frukto-oligosakarida (FOS) dapat membantu meningkatkan populasi bakteri baik di usus bayi serta mengurangi kejadian diare dan konstipasi (Freedman et al., 2021). Dengan adanya formulasi ini, bayi yang tidak bisa menerima ASI masih memiliki peluang untuk mendapatkan manfaat dari prebiotik yang mendukung kesehatan pencernaan mereka.

Selain itu, pemberian probiotik dan prebiotik pada bayi prematur terbukti dapat mengurangi risiko enterokolitis nekrotikan (NEC), yaitu kondisi inflamasi serius pada usus yang sering terjadi pada bayi yang lahir sebelum waktunya (Robertson et al., 2020). NEC dapat menyebabkan kematian jaringan usus dan berujung pada komplikasi fatal jika tidak ditangani dengan cepat. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa suplementasi probiotik, terutama strain seperti Lactobacillus reuteri dan Bifidobacterium breve, dapat menurunkan insiden NEC serta memperbaiki kesehatan saluran cerna bayi prematur.

Intervensi dengan probiotik dan prebiotik juga telah dikaitkan dengan penurunan risiko gangguan metabolik pada bayi. Mikrobiota yang sehat berperan dalam mengatur metabolisme energi dan mempengaruhi respons imun, yang berhubungan dengan kejadian obesitas dan penyakit metabolik di kemudian hari. Studi oleh Olson et al. (2022) menemukan bahwa ketidakseimbangan mikrobiota di awal kehidupan dapat meningkatkan risiko obesitas pada anak-anak, sehingga intervensi dini menjadi sangat penting untuk mengoptimalkan kesehatan metabolik mereka sejak usia dini.

Lebih lanjut, manfaat probiotik dan prebiotik tidak hanya terbatas pada kesehatan usus, tetapi juga berdampak pada perkembangan kognitif dan neurologis bayi. Penelitian menunjukkan bahwa mikrobiota usus memiliki hubungan erat dengan perkembangan otak melalui sumbu usus-otak (gut-brain axis), yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan perilaku anak (Gensollen et al., 2016). Dengan demikian, mengoptimalkan kesehatan mikrobiota sejak dini melalui pemberian probiotik dan prebiotik dapat berkontribusi pada perkembangan otak yang lebih baik.

Meskipun manfaat probiotik dan prebiotik cukup banyak, penggunaannya tetap perlu dikontrol dan disesuaikan dengan kondisi individu bayi. Tidak semua bayi memerlukan suplementasi probiotik, terutama jika mereka mendapatkan ASI eksklusif yang sudah mengandung prebiotik alami. Oleh karena itu, penting bagi tenaga medis untuk memberikan rekomendasi yang tepat berdasarkan kondisi kesehatan bayi, metode persalinan, serta pola pemberian makanan mereka.

Dengan mempertimbangkan berbagai manfaat ini, pemberian probiotik dan prebiotik sejak dini dapat menjadi strategi penting dalam mendukung kesehatan bayi secara keseluruhan. Intervensi ini tidak hanya membantu membentuk mikrobiota usus yang sehat tetapi juga dapat mengurangi risiko berbagai gangguan kesehatan jangka panjang. Oleh karena itu, edukasi kepada orang tua mengenai pentingnya probiotik dan prebiotik dalam mendukung tumbuh kembang bayi harus terus digalakkan sebagai bagian dari upaya pencegahan stunting dan penyakit metabolik di masa depan.

Program Suplementasi bagi Ibu Hamil untuk Mendukung Mikrobiota Usus

Selain intervensi langsung pada bayi, upaya untuk menjaga kesehatan mikrobiota juga dapat dilakukan melalui suplementasi pada ibu hamil. Nutrisi yang dikonsumsi ibu selama kehamilan memainkan peran penting dalam membentuk lingkungan mikrobiota usus yang sehat, yang berdampak langsung pada perkembangan janin dan kesehatan bayi setelah lahir (Korpela & de Vos, 2018). Pola makan yang kaya akan nutrisi mendukung keseimbangan mikrobiota dan membantu mengurangi risiko komplikasi kehamilan. Mikroorganisme dalam usus ibu tidak hanya memengaruhi kesehatannya sendiri, tetapi juga akan diwariskan kepada bayi melalui persalinan dan pemberian ASI.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi probiotik selama kehamilan dapat membantu mengurangi risiko komplikasi seperti preeklampsia dan diabetes gestasional, sekaligus meningkatkan kualitas mikrobiota bayi saat lahir (Olson et al., 2022). Preeklampsia adalah kondisi serius yang dapat meningkatkan risiko persalinan prematur dan komplikasi pada bayi, sementara diabetes gestasional dapat berdampak pada berat badan lahir serta perkembangan metabolik bayi. Dengan mengonsumsi probiotik yang mendukung keseimbangan mikrobiota usus, ibu hamil dapat mengurangi risiko inflamasi yang berkontribusi terhadap gangguan kehamilan tersebut.

Selain probiotik, suplementasi prebiotik selama kehamilan juga memberikan manfaat besar bagi ibu dan bayi. Prebiotik adalah senyawa yang tidak dapat dicerna oleh tubuh tetapi berfungsi sebagai sumber makanan bagi bakteri baik di usus. Mengonsumsi prebiotik dapat membantu meningkatkan komposisi mikrobiota usus ibu, yang pada akhirnya akan diwariskan kepada bayi melalui persalinan dan ASI (Nuriel-Ohayon et al., 2016). Dengan mendukung pertumbuhan bakteri baik seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus, prebiotik membantu menciptakan lingkungan mikrobiota yang sehat, yang dapat mengurangi risiko infeksi dan peradangan pada ibu serta bayi.

Makanan kaya serat, seperti buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian, adalah sumber prebiotik alami yang dapat meningkatkan populasi bakteri menguntungkan di usus ibu (Dunn et al., 2017). Pola makan yang mengandung banyak serat telah dikaitkan dengan peningkatan diversitas mikrobiota serta penurunan risiko penyakit metabolik selama kehamilan. Dengan demikian, ibu hamil yang mengonsumsi cukup serat tidak hanya mendapatkan manfaat bagi kesehatannya sendiri, tetapi juga membantu membangun mikrobiota yang lebih baik untuk bayinya.

Selain dari makanan alami, suplementasi prebiotik dalam bentuk suplemen juga dapat menjadi alternatif yang efektif bagi ibu hamil. Suplemen yang mengandung galakto-oligosakarida (GOS) atau frukto-oligosakarida (FOS) telah terbukti membantu meningkatkan pertumbuhan bakteri baik di usus ibu, yang pada akhirnya akan memengaruhi komposisi mikrobiota bayi (Freedman et al., 2021). Beberapa produk susu fermentasi dan suplemen serat juga telah diformulasikan untuk memberikan manfaat prebiotik bagi ibu hamil, yang dapat membantu mengurangi risiko konstipasi serta gangguan pencernaan lainnya yang sering terjadi selama kehamilan.

Pentingnya suplementasi bagi ibu hamil juga terlihat dalam konteks kesehatan bayi setelah lahir. Studi menunjukkan bahwa ibu yang mengonsumsi probiotik selama kehamilan memiliki bayi dengan risiko alergi yang lebih rendah serta sistem imun yang lebih kuat (Milani et al., 2017). Sistem imun bayi sangat bergantung pada mikrobiota yang berkembang di ususnya, sehingga memiliki mikrobiota yang sehat sejak dini dapat membantu bayi lebih tahan terhadap infeksi dan alergi.

Program suplementasi probiotik dan prebiotik bagi ibu hamil dapat menjadi bagian dari kebijakan kesehatan masyarakat yang lebih luas dalam mendukung perkembangan bayi yang sehat. Di beberapa negara, sudah mulai diterapkan program edukasi dan distribusi suplemen bagi ibu hamil untuk memastikan mereka mendapatkan nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan janin dan pembentukan mikrobiota yang sehat. Intervensi semacam ini tidak hanya berdampak pada kesehatan ibu dan bayi, tetapi juga dapat membantu menekan angka kejadian penyakit metabolik dan alergi pada anak-anak di masa depan.

Di samping itu, peran tenaga kesehatan dalam memberikan edukasi mengenai pentingnya mikrobiota juga sangat krusial. Banyak ibu hamil yang belum menyadari manfaat probiotik dan prebiotik, sehingga diperlukan pendekatan edukasi berbasis bukti untuk meningkatkan pemahaman mereka. Program konsultasi gizi selama kehamilan dapat membantu ibu hamil memilih makanan yang tepat serta memahami manfaat dari suplementasi probiotik dan prebiotik.

Intervensi nutrisi selama kehamilan bukan hanya tentang memastikan asupan kalori yang cukup, tetapi juga tentang memberikan nutrisi yang mendukung keseimbangan mikrobiota dan kesehatan sistem pencernaan ibu serta bayi. Suplementasi probiotik dan prebiotik memiliki potensi besar dalam mendukung perkembangan mikrobiota yang optimal sejak dalam kandungan, sehingga bayi dapat lahir dengan sistem imun yang lebih kuat dan risiko gangguan kesehatan yang lebih rendah.

Bukti ilmiah  menunjukkan adanya hubungan antara mikrobiota usus ibu dan kesehatan bayi, sehingga program suplementasi selama kehamilan harus menjadi bagian dari strategi kesehatan yang lebih komprehensif. Dukungan dari pemerintah dan institusi kesehatan dalam menyediakan akses terhadap makanan bergizi dan suplemen berkualitas dapat membantu memastikan bahwa setiap ibu hamil memiliki kesempatan untuk memberikan awal kehidupan yang sehat bagi bayinya.

Kebijakan Kesehatan Berbasis Mikrobiota dalam Pencegahan Stunting

Stunting atau gangguan pertumbuhan kronis pada anak masih menjadi tantangan kesehatan global, terutama di negara berkembang. Faktor utama yang berkontribusi terhadap stunting adalah kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, serta lingkungan yang tidak sehat, termasuk ketidakseimbangan mikrobiota usus (Gensollen et al., 2016). Studi terbaru menunjukkan bahwa anak-anak dengan stunting memiliki komposisi mikrobiota usus yang berbeda dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki pertumbuhan normal, dengan jumlah bakteri menguntungkan yang lebih rendah serta meningkatnya bakteri patogen (Rinninella et al., 2019).

Intervensi berbasis mikrobiota dapat menjadi pendekatan inovatif dalam pencegahan stunting. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah pemberian suplemen berbasis probiotik dan prebiotik kepada ibu hamil dan anak usia dini untuk mendukung keseimbangan mikrobiota yang sehat (Pärtty et al., 2018). Selain itu, program pemberian makanan tambahan yang kaya akan prebiotik, seperti kacang-kacangan, ubi jalar, dan pisang, dapat membantu meningkatkan pertumbuhan mikrobiota yang menguntungkan di usus anak (Sánchez et al., 2020).

Selain intervensi nutrisi, kebijakan kesehatan yang berfokus pada sanitasi dan kebersihan lingkungan juga penting dalam mendukung kesehatan mikrobiota. Infeksi berulang akibat sanitasi yang buruk dapat mengganggu keseimbangan mikrobiota usus, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap malnutrisi dan gangguan pertumbuhan (Tanaka & Nakayama, 2017). Oleh karena itu, kebijakan kesehatan berbasis mikrobiota perlu mengintegrasikan aspek nutrisi, suplementasi, serta perbaikan kondisi sanitasi untuk mencegah stunting secara lebih efektif.

Dalam jangka panjang, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memahami lebih dalam hubungan antara mikrobiota usus dan pertumbuhan anak. Penggunaan teknologi seperti analisis metagenomik dapat membantu mengidentifikasi spesies mikroba yang berperan dalam pertumbuhan anak serta mengembangkan intervensi yang lebih spesifik (Korpela et al., 2020). Dengan semakin berkembangnya pemahaman tentang peran mikrobiota dalam kesehatan bayi, diharapkan kebijakan kesehatan yang lebih holistik dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anak di seluruh dunia.

Pendekatan berbasis mikrobiota dalam kesehatan ibu dan anak menawarkan peluang besar untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bayi sejak dini. Melalui strategi intervensi yang mencakup pemberian probiotik dan prebiotik, program suplementasi ibu hamil, serta kebijakan berbasis mikrobiota dalam pencegahan stunting, diharapkan dapat tercipta generasi yang lebih sehat dengan risiko penyakit yang lebih rendah di masa depan.

Daftrar Pustka

Aatsinki, A. K., Lahti, L., Uusitupa, H. M., Munukka, E., Keskitalo, A., Nolvi, S., … & Karlsson, L. (2020). Gut microbiota composition is associated with temperament traits in infants. Brain, Behavior, and Immunity, 80, 849–858. https://doi.org/10.1016/j.bbi.2019.05.035\

Arrieta, M. C., Stiemsma, L. T., Amenyogbe, N., Brown, E. M., & Finlay, B. (2014). The intestinal microbiome in early life: Health and disease. Frontiers in Immunology, 5, 427. https://doi.org/10.3389/fimmu.2014.00427

Azad, M. B., Konya, T., Maughan, H., Guttman, D. S., Field, C. J., Chari, R. S., … & Kozyrskyj, A. L. (2018). Impact of maternal intrapartum antibiotics, method of birth, and breastfeeding on gut microbiota during the first year of life: A prospective cohort study. BJOG: An International Journal of Obstetrics & Gynaecology, 125(7), 902–911. https://doi.org/10.1111/1471-0528.15294

Bäckhed, F., Roswall, J., Peng, Y., Feng, Q., Jia, H., Kovatcheva-Datchary, P., ... & Wang, J. (2015). Dynamics and stabilization of the human gut microbiome during the first year of life. Cell Host & Microbe, 17(5), 690-703.

Belkaid, Y., & Hand, T. W. (2014). Role of the microbiota in immunity and inflammation. Cell, 157(1), 121-141. https://doi.org/10.1016/j.cell.2014.03.011

Blanton, L. V., Charbonneau, M. R., Salih, T., Barratt, M. J., & Gordon, J. I. (2016). Childhood undernutrition, the gut microbiota, and microbiota-directed therapeutics. Science, 352(6293), 1533. https://doi.org/10.1126/science.aad9359

Blanton, L. V., Charbonneau, M. R., Salih, T., Barratt, M. J., Venkatesh, S., Ilkaveya, O., ... & Gordon, J. I. (2016). Gut bacteria that prevent growth impairments transmitted by microbiota from malnourished children. Science, 351(6275), 830–834. https://doi.org/10.1126/science.aad3311

Chu, D. M., Ma, J., Prince, A. L., Antony, K. M., Seferovic, M. D., & Aagaard, K. M. (2016). Maturation of the infant microbiome community structure and function across multiple body sites and in relation to mode of delivery. Nature Medicine, 23(3), 314–326. https://doi.org/10.1038/nm.4272

Dominguez-Bello, M. G., Costello, E. K., Contreras, M., Magris, M., Hidalgo, G., Fierer, N., & Knight, R. (2016). Delivery mode shapes the acquisition and structure of the initial microbiota across multiple body habitats in newborns. Proceedings of the National Academy of Sciences, 107(26), 11971–11975. https://doi.org/10.1073/pnas.1002601107

Dunn, A. B., Jordan, S., Baker, B. J., & Carlson, N. S. (2017). The maternal infant microbiome: A review of factors that influence transmission, with a focus on cesarean birth and infant formula feeding. Journal of Developmental Origins of Health and Disease, 8(2), 192–206. https://doi.org/10.1017/S2040174417000116\

Freedman, S. B., Williamson-Urquhart, S., Farion, K. J., Gouin, S., Willan, A. R., Poonai, N., … & Pediatric Emergency Research Canada Gastroenteritis Study Group. (2021). Multicenter trial of a combination probiotic for children with gastroenteritis. New England Journal of Medicine, 379(21), 2015–2026. https://doi.org/10.1056/NEJMoa1802597

Gensollen, T., Iyer, S. S., Kasper, D. L., & Blumberg, R. S. (2016). How colonization by microbiota in early life shapes the immune system. Science, 352(6285), 539–544. https://doi.org/10.1126/science.aad9378

Global Nutrition Report. (2021). The state of global nutrition 2021. Development Initiatives. https://globalnutritionreport.org

Hickman, A., Patel, S., Timmons, J., & Venter, C. (2024). The gut microbiome: Implications for early life nutrition and long-term health. Frontiers in Nutrition, 11, 100256.

Korpela, K., & de Vos, W. M. (2018). Early life colonization of the human gut: Microbiota development and dynamics. Current Opinion in Microbiology, 44, 70–78. https://doi.org/10.1016/j.mib.2018.07.002

Korpela, K., Blakstad, E. W., Dahl, C., Karlsson, L., Kvestad, I., Moltu, S. J., ... & Rudi, K. (2020). Microbiome composition predicts growth in preterm infants. Nature Medicine, 26(5), 743–751. https://doi.org/10.1038/s41591-020-0854-2

Milani, C., Duranti, S., Bottacini, F., Casey, E., Turroni, F., Mahony, J., … & Ventura, M. (2017). The first microbial colonizers of the human gut: Composition, activities, and health implications of the infant gut microbiota. Microbiological Reviews, 81(4), 909–951. https://doi.org/10.1128/MMBR.00036-17

Nuriel-Ohayon, M., Neuman, H., & Koren, O. (2016). Microbial changes during pregnancy, birth, and infancy. Frontiers in Microbiology, 7, 1031. https://doi.org/10.3389/fmicb.2016.01031

Olson, C. A., Vuong, H. E., Yano, J. M., Liang, Q. Y., Nusbaum, D. J., & Hsiao, E. Y. (2022). The gut microbiota mediates the anti-seizure effects of the ketogenic diet. Cell, 181(6), 1263–1275.e11. https://doi.org/10.1016/j.cell.2020.04.027

Pärtty, A., Kalliomäki, M., Wacklin, P., Salminen, S., & Isolauri, E. (2018). Development of gut microbiota in infants and its relation to colic. Pediatric Research, 82(4), 581–588. https://doi.org/10.1038/s41390-018-0082-6

Plaza-Diaz, J., Gomez-Fernandez, A. R., Chueca, N., De La Cruz, J. L., Perez-Navero, J. L., & Gil, A. (2019). The gut microbiota and its implications in the development of atopic dermatitis in pediatric patients. Nutrients, 11(8), 1857.

Rinninella, E., Raoul, P., Cintoni, M., Franceschi, F., Miggiano, G. A. D., Gasbarrini, A., & Mele, M. C. (2019). What is the healthy gut microbiota composition? A changing ecosystem across age, environment, diet, and diseases. Microorganisms, 7(1), 14. https://doi.org/10.3390/microorganisms7010014

Robertson, R. C., Manges, A. R., Finlay, B. B., & Prendergast, A. J. (2020). The human microbiome and child growth – First 1000 days and beyond. Trends in Microbiology, 27(2), 131–147. https://doi.org/10.1016/j.tim.2018.09.008

Rodriguez, J. M., Murphy, K., Stanton, C., Ross, R. P., Kober, O. I., Juge, N., ... & Collado, M. C. (2020). The composition of the gut microbiota throughout life, with an emphasis on early life. Microbial Ecology in Health and Disease, 31(1), 183–197. https://doi.org/10.1080/16512235.2020.1830706

Sánchez, B., Delgado, S., Blanco-Míguez, A., Lourenço, A., Gueimonde, M., & Margolles, A. (2020). Probiotics, gut microbiota, and their influence on host health and disease. Molecular Nutrition & Food Research, 61(1), 1600240. https://doi.org/10.1002/mnfr.201600240

Schneider, K. M., Mohs, A., Kilic, K., Candels, L. S., Elfers, C., Bennek, E., ... & Trautwein, C. (2023). Intestinal microbiota protects against diet-induced obesity by modulating adaptive thermogenesis. Nature Metabolism, 5(1), 50-65.

Schwartz, D. J., Langdon, A. E., & Dantas, G. (2020). Understanding the impact of antibiotic perturbation on the human microbiome. Genome Medicine, 12(1), 82. https://doi.org/10.1186/s13073-020-00761-6

Silveira-Nunes, G., Durso, D. F., de Oliveira, L. R., Cunha, E. H. M., Maioli, T. U., Vieira, A. T., ... & Teixeira, M. M. (2020). Hypertension is associated with intestinal microbiota dysbiosis and inflammation in a Brazilian population. Frontiers in Pharmacology, 10, 258. https://doi.org/10.3389/fphar.2019.0258

Survei Status Gizi Indonesia (SSGI). (2021). Laporan Hasil Survei Status Gizi Indonesia Tahun 2021. Kementerian Kesehatan RI. https://www.litbang.kemkes.go.id

Tamburini, S., Shen, N., Wu, H. C., & Clemente, J. C. (2016). The microbiome in early life: implications for health outcomes. Nature Medicine, 22(7), 713-722. https://doi.org/10.1038/nm.4142

Tanaka, M., & Nakayama, J. (2017). Development of the gut microbiota in infancy and its impact on health in later life. Allergology International, 66(4), 515–522. https://doi.org/10.1016/j.alit.2017.07.010

Timmerman, H. M., Rutten, N. B., Boekhorst, J., Saulnier, D. M., Kortman, G. A., Contractor, N., ... & Knol, J. (2017). Intestinal microbiota development and childhood health implications. Frontiers in Cellular and Infection Microbiology, 7, 31. https://doi.org/10.3389/fcimb.2017.00031

Vázquez-Frias, R. (2022). The role of human milk oligosaccharides in infant gut microbiota development. Nestlé Nutrition Institute Review, 47(3), 32-40.

Widodo, R. T. (2020). The role of gut microbiota in preterm infants: Implications for immunity and growth. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 17(1), 45-56.