ABSTRAK
Kasus bullying menjadi kasus yang mengerikan di Indonesia dan terjadi dari level sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Indonesia berada di posisi kelima tertinggi dari 78 negara sebagai negara yang paling banyak murid mengalami perundungan dengan jumblah korban sebanyak 41,1%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh siswa perihal isu remaja, membuat perencanaan program pendidikan kesehatan, serta membuat rekomendasi program sesuai level framework. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif, pengambilan data primer menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi. Analsis prioritas masalah menggunakan Metode USG dan penentuan prioritas program menggunakan metode DELBEQ. Instrumen yang digunakan adalah lembaran pertanyaan wawancara dan rekaman saat melakukan wawancara. Hasil dari perhitungan analisis prioritas masalah dihasilkan perilaku bully di lingkungan sekolah menjadi prioritas, karena pada akhirnya perilaku merokok dan miras sudah diatur dalam tata tertib dan mendapatkan penyuluhan dari puskesmas walaupun tidak berkala, sedangkan kejadiannya frekuensinya lebih sedikit di lingkungan sekolah. Sedangkan bully belum ada tata tertib yang spesifik dan program yang berkala perihal penanganan dan pencegahan, sedangkan untuk kejadiannya frekuensinya lebih tinggi dibanding 3 kejadian lainnya.
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kasus bullying menjadi kasus yang mengerikan di Indonesia dan terjadi dari level sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Berdasarkan hasil riset Programme for International Students Assessment (PISA, 2018) Indonesia merupakan Negara tertinggi kelima dari anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang hanya sebesar 22,7%. Indonesia berada di posisi kelima tertinggi dari 78 negara sebagai negara yang paling banyak murid mengalami perundungan dengan jumlah korban sebanyak 41,1%. Angka murid korban bullying ini jauh di atas rata-rata negara Selain mengalami perundungan, murid di Indonesia mengaku sebanyak 22% dihina dan barangnya dicuri. Selanjutnya sebanyak 18% didorong oleh temannya 15% mengalami intimidasi, 19% dikucilkan,14% murid di Indonesia mengaku diancam, dan 20% terdapat murid yang kabar buruknya disebarkan oleh pelaku bullying.
Berdasarkan data Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BPPPA) Sulawesi Selatan, setidaknya terdapat 315 kasus kekerasan seksual pada anak sepanjang tahun 2015-2016. Tingkat kekerasan di Sekolah Menengah Atas (SMA) lebih tinggi dibandingkan dengan yang terjadi di Sekolah Tingkat Lanjutan Pertama (SLTP). Di provinsi Sulawesi Selatan, dilaporkan bahwa kasus bullying menunjukkan hasil yang memprihatinkan. Peneliti Yayasan Indonesia Mengajar, Farida Ohan melaporkan bahwa 6 sampai 10 orang siswi setiap harimengalami dan melakukan bullying di lingkungan sekolah mereka, di daerah Makassar dan Gowa. Dia mengatakan bahwa ini tidak bisa dibiarkan, karena jika dibiarkan perilaku bullying akan terbawa sampai dewasa (Paembonan, 2018). Data Kementerian Kesehatan berdasarkan Global Youth Tobacco Survey, Riset Kesehatan Dasar, Sentra Informasi Keracunan Nasional, serta BPOM menyatakan terdapat 3 dari 4 manusia yang mulai mengkonsumsi rokok saat usianya masih kurang dari 20 tahun. Prevalensi anak yang merokok terus mengalami peningkatan, dimana saat tahun 2013 mencapai angka 7.20%, kemudian bertambah banyak di tahun 2016 menjadi 8.80%, dua tahun berikutnya yaitu tahun 2018 mencapai angka 9.10%, dan tahun 2019 berada di angka 10.70% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2022). Melihat prevalensi perokok anak yang cukup tinggi dan terus bertambah maka perlu adanya pengendalian, apabila tidak segera dikendalikan diperkirakan di tahun 2030 prevalensi anak yang merokok di bawah umur dapat mencapai angka 16% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2022). Menurut Badan pusat statistik Persentase Merokok Pada Penduduk Umur ? 15 Tahun
sulawesi selatan tahun 2020 23,76%
Sesuai dengan target yang tertuang dalam Renstra, Kementerian Kesehatan. menargetkan prevalensi perokok usia di bawah 18 tahun menurun menjadi 6,4 persen pada 2016 dan 5,4 persen pada 2019. Namun, kenyataannya saat ini malah meningkat secara signifikan. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2007 mencatat remaja
pengkonsumsi miras di Indonesia masih di angka 4,9%. Jumlah ini meningkat signifikan pada 2014 menjadi 23% dari total jumlah remaja di Indonesia yang berjumlah 63 juta jiwa (Kemenkes, 2015). Sedangkan Riskesdas tahun 2018 mencatat terdapat konsumsi minuman beralkohol jenis oplosan sebesar 3,3% di antara jenis minuman beralkohol lainnya dengan sampel penduduk usia 10 tahun ke atas (Kemenkes, 2019). Di Indonesia yang menjadi masalah besar adalah minuman alkohol oplosan. Meningkatnya kasus kematian akibat miras yang dioplos atau dikenal dengan miras oplosan dalam dua tahun terakhir mengingatkan masyarakat atas bahaya miras tersebut. Miras oplosan dijual dengan harga murah, sehingga menarik para pembeli (Mulyadi, 2014).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) memperlihatkan bahwa di Provinsi Sulawesi Selatan prevalensi peminum alkohol tahun 2021 dalam 12 bulan terakhir sebanyak 5,9%, lebih tinggi dari angka nasional (4,6%). Sedangkan yang masih minum dalam satu bulan terakhir 3,9% juga lebih tinggi dari angka nasional (3,0%).
Menurut Kanisius (1998) bahwa peran orang tua memiliki fungsi dalam hal membimbing, karena orang tua berperan sebagai pendidik utama, termasuk dalam membimbing anak dalam menghadapi dunia pendidikan. Lingkungan rumah dan sekolah merupakan dua tempat penting untuk melakukan aktivitas anak dalam keseharian. Sekolah menjadi area bermain, menuntut ilmu, serta berbaur dengan temannya. Menurut Efendi Ferry dan Makhfudli (2009) bahwa tidak heran jika anak menghabiskan sebagian besar waktunya berada di sekolah. Perilaku bullying ialah suatu tindakan negatif yang dilakukan berulang-ulang oleh invidu atau kelompok yang bersifat kasar ataupun agresif yag disebkan oleh kesenjangan kekuasaan. Pola asuh orang tua yang tidak baik akanberpengaruh pada kehidupan remaja. Remaja yang mendapatkan pola asuh yang tidak baikakanberperilaku buruk seperti bullying. Bentuk pola asuh orang tua pada anak-anak dengan perilaku bullying memiliki latarbelakang pola asuh orangtua yang cenderung otoriter dan permisif. Hal ini berarti bahwa pola asuh yang negatif dapat meningkatkan perilaku bullying pada remaja.
Diperlukan suatu usaha untuk membentuk sikap dan perilaku anak atau remaja agar terhindar dan berhenti merokok yaitu kembali kepada keluarga melalui pengasuhan, karena walaupun dampak perilaku merokok sudah disampaikan baik dalam bungkus rokok maupun kampanye, iklan bahkan individu sudah mengetahuinya, namun hal ini tidak mampu menurunkan angka perokok atau perilaku merokok, bahkan angka perokok semakin meningkat dan merambah ke usia anak anak. Penelitian menemukan bahwa pola asuh merupakan salah satu faktor penyebab munculnya perilaku merokok pada remaja khususnya pola asuh permisif orangtua (Sanjiwani dan Budisetyawan, 2014; Mu’tadin, 2009; Komasari dan Helmi, 2000,). Sehinggapenerapan pola asuh yang sesuai dengan karakter anak atau remaja merupakan hal yang dibutuhkan karena orang tua merupakan sekolah atau lingkungan pertama bagi anak sebagai tempat diajarkan akal budi. Baumrind (1991) menyatakan bahwa pola asuh orangtua memiliki dua dimensi yaitu:
a. Dimensi Kontrol, yaitu sejauhmana orangtua mengharapkan dan menuntut kematangan serta perilaku yang bertanggung jawab dari anak. Dimensi kontrol memiliki indikator yaitu 1)
Pembatasan (restrictiveness), pembatasan merupakan suatu pencegahan atas suatu hal yang ingin dilakukan anak. 2) Tuntutan (Demandigness), Secara umum dapat dikatakan bahwa
adanya tuntutan berarti orangtua mengharapkan dan berusaha agar anak dapat memenuhi standar tingkah laku, sikap serta tanggung jawab sosial yang tinggi atau yang telah ditetapkan. 3)Sikap Ketat (Strictness) Indikator ini dikaitkan dengan sikap orangtua yang ketat dan tegas menjaga anak agar selalu mematuhi aturan dan tuntutan yang diberikan oleh orangtuanya. 4) Campur Tangan (Intrusiveness), campur tangan orangtua dapat diartikan sebagai intervensi yang dilakukan orangtua terhadap rencana-rencana anak, hubungan interpersonal anak atau kegiatan lainnya. 5) Kekuasaan yang Sewenang-wenang (Arbitrary exercise of power), orangtua yang menggunakan kekuasaan sewenang-wenang, memiliki kontrol yang tinggi dalam menegakkan aturan-aturan dan batasan-batasan.
b. Dimensi Penerimaan. Menurut Baumrind (dalam Santrock, 2003) menyatakan dimensi berkenaan dengan sikap orangtua yang menerima, penuh kasih sayang, memahami, mau mendengarkan, dan berorientasi pada kebutuhan anak. Berdasarkan dimensi diatas, Santrock (2003) menjelaskan bahwa pola asuh permisif tidak peduli adalah suatu pola dimana orangtua sangat tidak ikut campur dalam kehidupan remaja. Gaya pengasuhan ini dicirikan dengan kontrol orangtua yang kurang, bersifat longgar atau bebas, anak kurang dibimbing dalam mengatur dirinya, hampir tidak menggunakan hukuman, dan anak diizinkan membuat keputusan sendiri dan dapat berbuat sekehendak dirinya. Perilaku merokok merupakan ancaman terhadap generasi muda sehingga perlu diantisipasi. Orang tua merupakan lingkungan pertama yang dapat membantu mengantisipasi perilaku merokok pada remaja. Hasil penelitian membuktikan bahwa pola asuh orang tua berpengaruh terhadap perilaku merokok remaja. Peran orang tua merupakan faktor penting dalam menghadapi perilaku meokok remaja.
Selanjutnya pola asuh orang tua merupakan salah satu indikasi bagi anak dalam mengontrol perilakunya di dalam kehidupan bermasyarakat. Orang tua memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membentuk perilaku anak. mengklasifikasikan tiga bentuk pola asuh yang digunakan orang tua dalam menanamkan nilai-nilai dan norma pada anak antara lain otoriter, demokratis dan permisif menurut Kohn (dalam Kastutik, 2013:2). Salah satu faktor yang menyebabkan anak melakukan tindakan yang menyimpang adalah faktor dari keluarga, di mana pola asuh orangtua dapat mempengaruhi tindakan remaja termasuk salah satunya yaitu mengonsumsi minuman beralkohol (miras).
2. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh siswa perihal isu remaja, membuat perencanaan program pendidikan kesehatan, serta membuat rekomendasi program sesuai level framewoerk.
B. METODE DAN INSTRUMEN
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif, pengambilan data primer menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi. Analsis prioritas masalah menggunakan Metode USG dan penentuan prioritas program menggunakan metode DELBEQ.Instrumen yang digunakan adalah lembaran pertenyaan wawancara dan rekaman saat melakukan wawancara. Penelitian dilakukan di SMPN 3 Pattalassang, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan pada Oktober 2023.
C. HASIL DAN DISKUSI
1. FGD (Focus Group Discussion)
FGD Dilaksanakan bersama dengan siswa kelas 9 SMP Negeri X Pattalassang, hasil FGD menunjukkan bahwa terdapat 3 masalah utama yang sering mereka jumpai di lingkungan sekolah yaitu perilaku bullyng, merokok dan miras. Siswa dalam FGD mengaku bahwa kejadian bully hampir terjadi setiap hari walaupun dengan konsep becanda dengan sapaan ejekan misalkan merubah nama panggilan atau memberikan julukan yang dijadikan bahan tertawaan. Walaupun konsepnya adalah bercanda siswa merasa bahwa hal tersebut tetaplah menganggu dan berdampak pada kenyamana dalam proses pembelajaran, sedangkan untuk perilaku merokok, siswa mengatakan bahwa mereka tidak pernah menemukan teman sebayanya merokok dalam lingkungan sekolah, namun kebanyakan dari siswa yang merokok memilih keluar saat jam istirahat dari lingkungan sekolah lalu merokok di tempat yang tidak terlihat oleh guru. Untuk distribusi jenis kelamin saat FGD siswa mengatakan bahwa presentasi perempuan dan laki laki hampir sama walaupun didominasi oleh laki laki. Untuk perilaku minum minuman berakolhol memabukkan, siswa mengatakan bahwa tidak pernah melihat teman sebayanya melakukan saat jam pelajaran, namun pernah terjadi siswa minum miras di lingkungan sekolah pada saat malam hari, pada saat FGD siswa juga mengaskan bahwa teman sebayanya beberapa terang teranangan dalam memposting status di media sosial bahwa mereka minum minuman beralkohol memabukkan atau miras.
2. Wawancara
Untuk mengetahui dan menindaklanjuti hasil FGD lebih mendalam maka dilakukan wawancara mendalam atau deep interview kepada siswa dengan memilih sampel berdasarkan metode puposive sampling dengan 3 informan utama yaitu ; Informan Kunci (Kepala Sekoah SMPN X Pattalassang), Informan utama (Siswa SMPN X Pattalassang) dan informan pendukung (Guru Bagian Pengajaran dan kesiswaan).
A. Perilaku merokok
Perilaku merokok disekolah tidak terjadi terang terangan, namun siswa kebanyakan keluar dari lingkungan sekolah untuk mencari tempat aman untuk menghindari pengawasan guru. Hal ini dipertegas oleh Guru ibu R (Perempuan, 44 Tahun) saat diwawancara “merokok itu tidak dilakukan dalam lingkungan sekolah, cuman kalo ada yang diluar lingkungan sekolah itu kan bagian dari pendidikan, karena akan merasa bahwa ih kami guru tidak berhasil karena masih jam pembelajaran dan mereka berkumpul merokok diluar kan artinya mereka mereka merokok diluar sana” ( Perilaku merokok tidak dilakukan dalam lingkungan sekolah, siswa lebih memilih merokok diluar lingkungan sekolah dan berkumpul untuk menghidari guru) sedangkan hasil wawancara dengan siswa A (Laki Laki, 17 Tahun) menerangkan bahwa “Tempat mereka merokok tidak diketahui kak, rahasia” (Siswa yang merokok tidak diketahui dimana mereka biasanya berkumpul untuk merokok saat dilungkungan sekolah) dilanjutkan bahwa “tapi pernah ji liat teman ku merokok kak di sekolah, tapi kayak jarang” (Responden pernah melihat siswa merokok di sekolah tetapi jarang).
Selanjutnya kami menanyakan bagaiamana tindakan sekolah kepada siswa perihal efektifitas penanganan merokok, siswa mengatakan bahwa “perihal penindakan merokok
belum cukup,” kami tanyakan apakah sudah ada upaya sekolah dalam promosi seperti poster atau spanduk? Jawaban responden “belum”. Pada saat FGD kami mencoba mengambil informasi sebaik mungkin dan siswa mengatakan bahwa mereka belum mengetahui alasan siswa merokok secara spesifik namun menurut mereka pengaruh teman sebaya adalah sala satu faktor utama dalam perilaku merokok. Setelah itu kami mencoba menayakan kembali kepada Ibu R (Perempuan, 44: Tahun) bagaiamana program dan penanganan sekolah terhadap kejadian merokok disekolah? jawaban ibu R (Perempuan, 44 Tahun) “Dulu pernah ada tanda larangan rokok, kemudian kami pernah kerjasama dengan puskesmas dan ada MoU dengan puskesmas” (Sekolah sudah pernah menerapkan promosi kesehatan dengan poster dan tanda kawasan tanpa asap rokok dan sudah memiliki MoU dengan puskesmas) namun saat kami tanyakan kepada siswa apakah sering mendapatkan penyuluhan dari guru BK (Bimbingan Konseling) atau Puskesmas? Responden A (Laki laki, 17 Tahun) menjawab “jarang kak” (Mereka jarang mendapatkan penyuluhan) dipertegas juga saat FGD bahwa mereka sudah sangat lama mendapatkan penyuluhan dari puskesmas, sedangkan dari guru BK mereka belum pernah mendapatkan program penyuluhan atau latihan.
B. Perilaku Bully
Menindaklanjuti salah satu permasalahan yang dikeluhkan oleh siswa adalah adanya perilaku bully yang dilakukan oleh teman sebaya, kami melakukan analisis awal masalah dini sebelum turun melakukan wawancara mendalam by phone dengan ibu R perihal perilaku siswa yang berdampak pada kesehatan, ibu R (Perempuan, 44 Tahun) menjawab “Di sini dek banyak bully” saat pertama kali menjawab yang diangkat oleh ibu R adalah Bully. Selanjutnya kami melakukan wawancara mendalam kepada siswa bagaimana perilaku bully di sekolah. Kami bertanya kepada responden F apakah pernah mendapatkan perundungan atau bully? Atau pernah sekedar menyaksikan? Responden F (Perempuan, 17 Tahun ) menjawab “Iye pernah kak,setiap hari itu kak bahkan sudah jadi kebiasaan dikelasku” (Responden menjawab bahwa pernah mendapat perundungan di sekolah dan bahkan sudah menjadi kebiasaan di kelasnya) kami mencoba mencari lebih dalam perilaku bully disekolah dilakuakan secara fisik, verba, atau jenis bully seperti apa yang terjadi. Di sekolah siswa lebih sering mendapatkan perundungan dalam bentuk ejekan dengan klaim bahwa hanya becanda, namun saat wawancara dengan Responden A (Laki-laki, 17 Tahun) kami menemukan bahwa ada perundungan yang pernah terjadi dalam bentuk fisik “pernah itu ada di kelas 9 dibully e dibuka celananya (Responden A pernah melihat pembulyan berupa teman kelas membuka pakasa celana sesama teman).
Pada saat kami mencoba mencari kasus lain perihal bully, Responden ibu R (Perempuan,44 Tahun) mengatakan bahwa “pernah itu kejadian diproses di sini dia pukul temannya di atas motor dari belakang” (Ibu R pernah memproses kasus siswa memukul teman sesama siswa dengan cara memukul dari belakang saat di atas motor) atas kejadian bully sekolah telah menerapkan sanksi yang tegas atas kejadian bully yang bersifat fisik Responden ibu R (Perempuan,44 Tahun)menjelaskan bahwa “kemarin itu kejadian kami skrorsing 1minggu tidak sekolah, pernah dia datang sekolah 3 hari, kami tambahi lagi skorsingnya 3 hari. Jadi kalo diskorsing itu dua duanya korban juga pelaku” (Sekolah menindaklanjuti bully dengan cara melakukan skorsing kepada pelaku bully dan korban bully) sayangnya saat kami mencoba menanyakan kepada kepala sekolah perihal bully, pengetahuan perihal bully belum cukup baik karena saat kami menanyakan apakah kolah memiliki regulasi perihal bully? Kepala Sekolah Menjawab “Kami sudah ada program seperti menyarakan mengkonsumsi makana 4 sehat 5 sempurna” kemi mencoba mengubah bahasa bully menjadi perundungan saat wawancara baru kemudian kepala sekolah merespon namun jawabnannya adalah “di sini tidak ada aktivitas bully sejau ini” sehingga ada inkonsistensi informasi yang kami temukan di lapangan.
C. Perilaku Konsumsi Miras
Selanjutnya kami melakukan wawancara mendalam kepada siswa terkait bagaimana perilaku minum minuman beralkohol di Sekolah. Kami bertanya kepada responden S (Laki-laki, 17 Tahun) apakah responden S menyadari adanya konsumsi minuman beralkohol dikalangan siswa SMP Negeri 3 Pattallassang? Responden S (Laki Laki, 17 Tahun) menjawab “iye ada tapi bukan ji di lingkungan sekolah, ada biasa tempatnya di belakang sekolah. Tapi bukan ji juga saat belajar begini, kayak malampi biasa mulai, kuliat statusnya na pamer-pmer mirasnya bahkan sampai mabuk kak (Responden menjawab bahwa memang sering siswa disana minum minuman beralkohol bahkan sampai mabuk-mabukan, namun bukan di lingkungan sekolah atau bahkan pada saat proses belajar mengajar. Melainkan biasanya pada malam hari).
Responden S (Laki Laki, 17 Tahun) juga menjawab “menyadari kak, bapakku penjual ballo ji” ( Responden S memperjelas bahwasanya ia menyadari adanya siswa yang sering minum miras dan bahkan ayahnya sendiri adalah penjual miras tersebut). Selanjutnya kami menanyakan bagaimana responden melihat peran sekolah dalam mencegah minum minuman beralkohol di kalangan siswa? Responden S (Laki-laki, 17 Tahun) menjawab “biasa kayak dilarangji sama dinasehati, tapi semisal hari ini nda nalakukan besoknya nalakukanmi lagi”(Responden menjawab peran sekolah dalam mencegah perilaku minum minuman beralkohol di kalangan siswa biasanya cukup dengan teguran dan menasehat siswa tersebut).
Lalu kami mencoba mencari tahu lagi terkait tindakan yang dilakukan sekolah ketika ada siswa yang minum minuman beralkohol, Responden S (Laki Laki, 17 Tahun) menjawab “biasanya ituji kak, ada larangan dan diajarkanki baik-baik, oh sama biasa juga kalau ada yang didapat langsung biasa dipanggil orang tuanya”, (Responden menjawab biasanya diberi larangan dan ajaran yang baik dan juga ketika ada seorang siswa yang kedapatan secara langsung oleh pihak sekolah (baik itu melalui medsos ataupun dilihat langsung) maka biasanya siswa tersebut diberikan surat panggilan orang tua).
Selanjutnya kami menanyakan apakah ada aspek tertentu dalam program promosi kesehatan yang dapat membantu untuk mengurangi konsumsi miras di sekolah? Responden NP (Perempuan, 17 Tahun) menjawab “kayak kasi saran, kasi tahu kalau kayak tidak baik untuk kesehatan” (Responden NP menjawab yaitu adanya saran yang diberikan dan memberitahukan bahwa hal tersebut tidak baik bagi kesehatan), Responden lain yang berinisial AI (Perempuan, 17 Tahun) juga menjawab “dikasi edukasi kak, seperti penyuluhan” (Responden menjawab pemberian edukasi dan penyuluhan). Dan pada saat FGD, kami mencaritahu bagaimana tindakan mereka sebagai teman sebaya terhadap perilaku konsumsi alkohol, dan didapatkan bahwa siswa yang mengetahui temannya yang meminum miras seringkali menegur dan menasehatinya. Namun pada saat mereka memberi teguran, biasanya ia dibentak atau bahkan dibully. Oleh karena itu, mereka mengatakan tidak perlu ikut campur dan jangan diurusi. Maka dalam hal ini, para siswa/i yang lain mulai takut memberi tindakan kepada siswa/teman sebayanya yang sering minum minuman beralkohol.
3. Observasi
Saat melakukan observasi secara langsung di lapangan tidak ada tersedia infromasi yang secara promotif menyinggung perihal rokok, miras dan bully. Selanjutnya tidak tersedia Pusat informasi dan konseling remaja yang berfokus pada kebutuhan koseling sesama siswa dan upaya pemberian pendidikan sesama siswa sebagai peer educator dan peer conselo. Saat FGD sedang berlangsung bahkan terdapat sesama siswa yang saling ejek mengejek dan memanggil nama dengan panggilan lain yang terkesan merendahkan, semua pelanggaran siswa sudah ditangani dengan upaya pencatatan dengan buku kasus, skorsing dan tata tertib namun kebijakan yang dikeluarkan belum cukup. Hal lain yang menjadi perhatian secara khusus adalah dewan guru yang
merokok dalam lingkungan sekolah di depan siswa, dan saat melakukan wawancara terdapat asbak rokok yang tersedia di atas meja.
4. Analisis metode USG (Urgent,Seriousness, Growth)
Setelah melakukan analisis secara langsung dilakukan analsis USG untuk menentukan priotias masalah. Hasil dari perhitungan analisis prioritas masalah dihasilkan perilaku bully di lingkungan
sekolah menjadi prioritas, karena pada akhirnya perilaku merokok dan miras sudah diatur dalam tata tertib dan mendapatkan penyuluhan dari puskesmas walaupun tidak berkala, sedangkan 12
kejadiannya frekuensinya lebih sedikit di lingkungan sekolah. Sedangkan bully belum ada tata tertib yang spesifikdan program yang berkala perihal penanganan dan pencegahan, sedangkan
untuk kejadiannya frekuensinya lebih tinggi dibanding 3 kejadian lainnya.
5. Analisis Frame work
Setelah melakukan analisis terhadap kejadian di lapangan maka yang paling tepat diterapkan adalah level ekologi organisasi, pada level ini maka diharapkan sekolah mampu memberikan ruang belajar yang aman dan disertasi dengan kebijakan yang lebih memfokuskan pada kejadian yang urgent terjadi di sekolah, mellaui tingkat organisasi maka akan memberikan dampak kepada level lain seperti intrapersonal dan antarpersonal melalui program yang berkala. Dimana guru bertindak sebagai pengawas, pendamping dan pembimbing sedangkan siswa bertindak sebagai pemeran utama dalam menganalisis, menyelesaikan dan mencegah masalah yang terulang.
6. Alternatif Solusi
Setelah melakukan analsis masalah maka selanjutnya adalah pemecahan masalah dengan
alternatif solusi:
1. Pembentukan PIK-R (Pusat Informasi dan Konseling Remaja)
2. Pembekalan guru BK dan penguatan tata tertib punishmen bull.
3. Sekolah ramah anak
4. Sosialisasi Kepada siswa dan guru perihal bully
5. Pemasangan poster promotif sekolah anti bully
6. Kotak Pengaduan
Setelah melakukan perhitungan terhadap tingkat prioritas solusi didapatkan hasil program
pembentukan PIK-R sebagai solusi dengan peringkat tertinggi yang direkomendasikan, hal ini
disebabkan karena PIK-R (Pusat Informasi dan Konseling Remaja) merupakan organisasi dari
remaja, oleh remaja dan untuk remaja yang bertujuan memberikan edukasi dan konseling kepada
teman sebaya yang berfokus pada isu remaja tentang Pernikahan anak, Narkotika Psikotropika dan
zat adiktif Lainnya. Didalam PIK-R tediri atas Konselor sebaya dan pendidik sebaya, Konselor
sebaya merupakan teman sebaya yang mendampingi, membantu dan memberikan solusi terhadap
permasalahan yang dialami teman sebaya sedangkan Pendidik sebaya merupaka teman sebaya
yang memberikan pendidikan dan edukasi perihal isu remaja
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa,keterlibatan remaja sebagai pelaku bullying di SMPN X Pattallassang, dimana dalam hasil penelitian ini ditemukan bentuk bullying secara verbal yaitu perilaku bullying yang paling sering dilakukan yaitu dilakukan secara sengaja atau tanpa tujuan tertentu,dan ada unsur untuk menyakiti korban, adanya ketimpangan kekuasaan dan atau kekuatan antara pelaku dan korban bullying. Faktor keluarga, teman sebaya, dan sekolah juga dapat membentuk perilaku bullying pada remaja, saat ketiga faktor tersebut berjalan dengan tidak kondusif maka remaja akan cenderung melampiaskan gejolak emosinya dalam hal yang negatif, dalam hal ini salah satunya adalah bullying. Sedangkan apabila fungsi keluarga, teman sebaya, dan sekolah berjalan dengan baik dan kondusif maka perilaku bullying dapat dicegah dan dikurangi keberadaannya.
2. Saran
a. Perlunya pembentukan PIK-R sehingga dapat memberikan pelayanan informasi terhadap para siswa tentang perencanaan kehidupan berkeluarga bagi remaja serta kegiatan-kegiatan penunjang lainnya.
b. Perlu meningkatkan upaya yang mencakup program-program atau sosialisasi yang dapat membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan sehinggadapat berinteraksi secara efektif dalam lingkungan belajar.
c. Pihak sekolah perlu meningkatkan dan memperkuat suatu kebijakan dalam melakukan tindakan agar dapat menjadikan kebijakan" yang lebih efektif, efesien, dan responsif terhadp siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Fizah, F., & Amna, Z. (2017). Bullying Dan Kesehatan Mental pada Remaja Sekolah Menengah Atas di Banda Aceh. 3(1).
Ihzario, M., Akbar, I., & Fatah, M. Z. (2022). Hubungan Pola Asuh Otoriter Orang Tua dengan Perilaku Bullying Pada Remaja. Http://Journal.Stikeskendal.Ac.Id/Index.Php/Pskm
Julianti, E., Pinem, B., & Maulia, S. T. (2023). Studi Kasus Merokok di Lingkungan Sekolah yang Bertentangan dengan Misi di SMP Negeri 16 Kota Jambi.
Https://Lentera.Publikasiku.Id/Index.Php
Lestari, A. D. (2018). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Bullying Melalui Interaksi Teman Sebaya pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar di Kota
Malang.
Novasari,T.(2016). Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap perilaku Sosial Siswa Kelas X Smkn 5 Surabaya Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Sosial
(Studi Pada Siswa Kelas X Smkn 5 Surabaya) Tria Novasari. Http://Surabaya.Tribunnews.Com/2016/02/23/Risma-Orang
Pratama, I. R. (2023). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Bullying Melalui Interaksi Teman Sebaya Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Di Kota
Malang.
Purwanti, A., Lestari, D., & Fajrunni’mah, R. (2021). Journal Of Community ?Engagement In Health Upaya Peningkatan Pengetahuan Penyalahgunaan Napza
dan Minuman Keras Oplosan Bagi Siswa Smpn 192 Dan Smpn 259 Jakarta Timur. 4(1), 66–70. Https://Doi.Org/10.30994/Jceh.V4i1.109
Ramadhanti, R., & Hidayat, M. T. (2022). Strategi Guru dalam mengatasi Perilaku Bullying Siswa di Sekolah Dasar. Jurnalbasicedu, 6(3), 4566–4573. Https://Doi.Org/10.31004/Basicedu.V6i3.2892
Sudirman, N., Mukraimin, Un, & Maemunah, M. (2023). Pendidikan Karakter Dalam Pengentasan Aksi Bullying di SMA Negeri 9 Gowa. 1(4). Https://Doi.Org/10.51903/Bersatu.V1i4.274
Tumon, A. B. M. (2014). Studi Deskriptif Perilaku Bullying pada Remaja Matraisa Bara Asie Tumon.
Oleh: Tria & PKIP 2021