DAMPAK KOMUNIKASI MASSA DIGITAL TERHADAP DEPRESI REMAJA: KASUS NADYA DALAM PERSPEKTIF MEDIA SOSIAL

  • 03:25 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Abstrac

The development of digital mass communication has had a profound impact on the behavior and mindset of society, especially among adolescent. Social media, as a major component  of mass communication, has become the primary platform for interaction and self-exspression. HHowever, it also brings negative consequences, particularly concerning mental health. This study aims to analyze how digital mass communication affects adolescents’ psychological well-being by examining the case of Nadya, a teenage girl experiencing depression due to social pressures and lack of emotional support. The findings hinglight the dual role of mass communication: as a source of psychological stress and as a potential tool for recovery. Proper management through digital literacy and social support can mitigate the negative effects of mass communication. 

Keywords : mass communication, social media, adolescent depression, mental health, digital literacy.

Abstrak

Perkembangan komunikasi massa digital telah memberikan dampak yang besar terhadap perilaku dan pola pikir masyarakat, termasuk kalangan remaja. Media sosial sebagai bagian dari komunikasi massa kini menjadi sarana utama komunikasi dan ekspresi diri, namun juga membawa dampak negatif terutama dalam hal kesehatan mental. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana komunikasi massa digital mempengaruhi kondisi psikologis remaja, dengan studi kasus seorang remaja bernama Nadya yang mengalami depresi akibat tekanan sosial dan kurangnya dukungan emosional. Hasil kajian menunjukkan bahwa komunikasi massa memiliki peran ganda: sebagai pemicu tekanan psikologis sekaligus potensi pemulihan. Penanganan yang tepat dengan literasi digital dan dukungan sosial dapat meminimalisir dampak negatif komunikasi massa.

Kata kunci: komunikasi massa, media sosial, depresi remaja, kesehatan mental, literasi digital

 

PENDAHULUAN

Komunikasi massa merupakan proses penyampaian pesan secara luas melalui media kepada khalayak yang beragam. Dalam era digital saat ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mendorong transformasi besar dalam cara manusia berkomunikasi. Media sosial sebagai salah satu bentuk komunikasi massa telah menjadi bagian integral dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi generasi muda. Fungsi media sosial tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai ruang untuk membentuk identitas diri, mengekspresikan perasaan, dan mencari validasi sosial. Namun, dalam praktiknya, media sosial sering kali menghadirkan standar kehidupan yang tidak realistis dan menimbulkan tekanan psikologis.

Fenomena ini menjadi semakin kompleks di kalangan remaja yang sedang berada dalam fase pencarian jati diri dan mengalami ketidakstabilan emosi. Paparan berulang terhadap konten media sosial yang menampilkan kehidupan yang tampak sempurna dapat memicu perasaan tidak cukup, rendah diri, dan bahkan depresi. Perubahan perilaku, gangguan tidur, dan masalah psikosomatis sering kali menjadi gejala awal dari gangguan kesehatan mental yang disebabkan oleh tekanan sosial digital. Hal ini diperparah dengan kurangnya dukungan emosional dari lingkungan sekitar, seperti keluarga dan sekolah, yang seharusnya menjadi sistem pendukung utama bagi remaja.

Kasus Nadya, seorang remaja yang mengalami depresi setelah perceraian orang tuanya, menjadi cerminan nyata bagaimana media sosial dapat memperburuk kondisi mental remaja. Ketika tidak ada tempat yang aman untuk mencurahkan perasaan, dan media sosial justru memperkuat rasa keterasingan, maka remaja seperti Nadya semakin rentan mengalami gangguan mental yang lebih serius. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji lebih dalam bagaimana komunikasi massa, khususnya media sosial, berperan dalam membentuk kesehatan mental remaja serta bagaimana intervensi yang tepat dapat membantu mengurangi dampak negatifnya.

 

METODE

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek utama adalah Nadya, siswi SMA berusia 16 tahun yang mengalami depresi. Data diperoleh melalui narasi kasus dan didukung oleh kajian literatur dari studi relevan mengenai pengaruh media sosial terhadap kesehatan mental remaja. Analisis dilakukan secara tematik dengan mengidentifikasi pola komunikasi massa dalam kehidupan Nadya dan dampaknya terhadap kondisi psikologisnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kasus Nadya mengungkapkan bagaimana dinamika komunikasi massa digital, khususnya media sosial, dapat berdampak signifikan terhadap kondisi psikologis remaja. Nadya, siswi SMA berusia 16 tahun, mengalami tekanan emosional yang berat setelah perceraian kedua orang tuanya. Kondisi ini membuatnya menarik diri dari lingkungan sosial dan mengalami gejala depresi, seperti gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, serta perasaan tidak berharga. Dalam upaya mencari pelarian, Nadya mengakses media sosial untuk mengisi kekosongan emosionalnya. Namun, alih-alih mendapatkan kenyamanan, ia justru semakin tertekan akibat paparan konten-konten yang menampilkan standar hidup sempurna, seperti pencapaian tinggi, kecantikan ideal, dan kehidupan sosial yang tampak sempurna. Hal ini memperkuat perasaan tidak cukup yang dialaminya, dan membuatnya merasa terasing dalam dunia yang seolah tidak memiliki tempat untuk dirinya.

Dalam alur komunikasi massa yang dialami Nadya, terdapat pengirim pesan utama yaitu influencer dan kreator konten yang memproduksi materi visual menarik seputar gaya hidup, kesuksesan, dan pencapaian pribadi. Pesan-pesan tersebut disebarluaskan melalui saluran digital seperti Instagram, TikTok, dan Twitter yang kemudian dikonsumsi oleh lingkungan sosial Nadya—keluarga, teman, guru—dan akhirnya diterima oleh Nadya sendiri sebagai penerima utama pesan. Umpan balik yang muncul dari proses ini adalah timbulnya perasaan bahwa dirinya tidak layak atau tidak mampu menyamai standar sosial yang dibentuk oleh media. Akibatnya, komunikasi massa yang seharusnya berfungsi sebagai jembatan informasi dan hiburan justru menjadi pemicu tekanan batin bagi remaja yang sedang berada dalam kondisi emosional rentan.

Namun demikian, media sosial juga menyimpan potensi positif apabila digunakan secara bijak. Dalam kasus Nadya, meskipun awalnya media sosial memperburuk depresinya, ia mulai menemukan titik terang melalui akun-akun edukatif dan komunitas digital yang membahas tentang kesehatan mental, self-awareness, dan proses penyembuhan (healing). Platform seperti YouTube dan podcast memberikan pemahaman ilmiah mengenai kondisi yang ia alami, dan bahkan menjadi tempat bagi Nadya untuk menulis serta membagikan cerita sebagai bentuk terapi diri. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi massa bersifat ambivalen: dapat menjadi pemicu sekaligus solusi bagi masalah psikologis remaja. Oleh karena itu, pendekatan yang seimbang sangat dibutuhkan, yakni melalui peningkatan literasi digital, pendampingan emosional dari keluarga dan sekolah, serta kebijakan yang berpihak pada perlindungan remaja di ranah digital.

KESIMPULAN

Komunikasi massa, khususnya media sosial, memiliki peran ganda dalam membentuk kesehatan mental remaja. Kasus Nadya, seorang remaja yang mengalami depresi setelah perceraian orang tuanya, menjadi cerminan nyata dari tekanan emosional yang diperburuk oleh eksposur terhadap konten media sosial yang menampilkan standar hidup tidak realistis. Nadya merasa terisolasi dan tidak cukup baik karena terus-menerus membandingkan dirinya dengan citra ideal di media digital. Media sosial yang seharusnya menjadi tempat pelarian justru memperkuat rasa rendah diri dan kesepian.Komunikasi massa digital dapat menjadi pisau bermata dua bagi remaja. Jika tidak disertai dengan bimbingan yang tepat, media sosial berpotensi memperburuk kesehatan mental. Namun, dengan pendekatan yang seimbang, media juga bisa menjadi alat pemberdayaan dan pemulihan diri yang sangat kuat. Dibutuhkan sinergi antara literasi digital, dukungan psikososial, dan kebijakan perlindungan remaja untuk menciptakan ekosistem komunikasi yang sehat di era digital.

 

 

SARAN

Media massa, khususnya media sosial, sebaiknya lebih bertanggung jawab dalam menyajikan konten yang realistis dan edukatif, terutama terkait isu kesehatan mental. Diperlukan peningkatan literasi media di kalangan remaja agar mereka mampu menyaring informasi secara kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh standar hidup yang tidak realistis. Selain itu, media harus berperan sebagai jembatan informasi yang mendorong keterbukaan, mengurangi stigma, dan mendukung pemulihan mental. Dengan demikian, komunikasi media massa dapat menjadi alat pemberdayaan yang positif bagi remaja di era digital

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Mustofa, M. B., Sujepri, A., Mutoharoh, U., & Anggraini, V. (2022). Efek Perkembangan Komunikasi Massa Terhadap Pola Pikir dan Perilaku Masyarakat Di Era Society 5.0. Alamtara: Jurnal Komunikasi Dan Penyiaran Islam, 6(1), 16-26.

Haekase, M. A., Lape, J. M., & Bengu, M. L. (2025). KAJIAN LITERATUR: DAMPAK PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL TERHADAP KESEHATAN MENTAL DAN TINGKAT DEPRESI PADA GENERASI Z. Medic Nutricia: Journal Ilmu Kesehatan, 15(2), 91-100.

Gaol, V. J. L. (2024). Perkembangan Media Massa dan Dampaknya terhadap Perubahan Sosial di Masyarakat Perkotaan. Circle Archive, 1(6).

Nazakhan, R., & Wibawa, A. (2022). Efek Komunikasi Massa Terhadap Masyarakat di Era Society 5.0. Jurnal Inovasi Teknologi dan Edukasi Teknik, 2(11), 510-515.

Cahya, M. N., Ningsih, W., & Lestari, A. (2023). Dampak media sosial terhadap kesejahteraan psikologis remaja: tinjauan pengaruh penggunaan media sosial pada kecemasan dan depresi remaja. Jurnal Sosial Teknologi, 3(8), 704-706.