BULLYING DAN KESEHATAN MENTAL REMAJA: ANALISIS KOMUNIKASI MASSA DALAM KASUS AMANDA TODD

  • 03:24 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Abstract

Mass communication in the digital era has undergone a significant

transformation, functioning not only as a conveyor of information, but also as an

agent of social change that influences people's mindset and behavior. This

research aims to analyze the impact of digital mass communication, especially

through social media, on individual mental health, with a focus on cases of cyber

bullying. This research uses a qualitative approach with a descriptive case study-

based method and explores how the spread of negative content can trigger severe

psychological distress, as experienced by Amanda Todd, a teenage victim of

online sexual exploitation.The results of the analysis show that destructive

messages spread through social media can cause social isolation, depression, and

anxiety, and increase the risk of suicidal ideation, especially among adolescent

girls. On the other hand, social media also provides a platform for individuals to

deliver advocacy messages, as Amanda did through her “My Story” video, which

successfully attracted public attention and triggered advocacy initiatives. This

research emphasizes the importance of media literacy in building psychosocial

resilience and digital protection for adolescents. Emerging challenges, such as

the spread of hoaxes and unverified information, require adaptive and

collaborative policies between the government, media platforms and

communities.

Keywords: Mass communication, health literacy, bullying

Abstrak

Komunikasi massa di era digital telah mengalami transformasi signifikan,

berfungsi tidak hanya sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai agen

perubahan sosial yang memengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak komunikasi massa digital,

terutama melalui media sosial, terhadap kesehatan mental individu, dengan

fokus pada kasus perundungan siber. Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif dengan metode deskriptif berbasis studi kasus dan menggali

bagaimana penyebaran konten negatif dapat memicu tekanan psikologis yang

berat, seperti yang dialami oleh Amanda Todd, seorang remaja yang menjadi

korban eksploitasi seksual daring. Hasil analisis menunjukkan bahwa pesan-

pesan destruktif yang tersebar melalui media sosial dapat menyebabkan

isolasi sosial, depresi, dan kecemasan, serta meningkatkan risiko ideasi bunuh

diri, terutama di kalangan remaja perempuan. Di sisi lain, media sosial juga

memberikan platform bagi individu untuk menyampaikan pesan advokasi,

seperti yang dilakukan Amanda melalui video “My Story”, yang berhasil

menarik perhatian publik dan memicu inisiatif advokasi. Penelitian ini

menekankan pentingnya literasi media dalam membangun ketahanan

psikososial dan perlindungan digital bagi remaja. Tantangan yang muncul,

seperti penyebaran hoaks dan informasi yang belum terverifikasi,

memerlukan kebijakan yang adaptif dan kolaboratif antara pemerintah,

platform media, dan masyarakat.

Kata kunci: Komunikasi massa, literasi kesehatan, perundungan

PENDAHULUAN

Komunikasi massa merupakan proses penyampaian pesan yang

ditujukan kepada khalayak luas melalui media, baik cetak, elektronik, maupun

digital. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa

transformasi signifikan dalam praktik komunikasi massa, terutama dengan

munculnya era digital dan konsep society 5.0. Dalam konteks ini, komunikasi

massa tidak hanya berperan sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai

agen perubahan sosial yang memengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat.

Transformasi komunikasi massa di era digital menghadirkan peluang dan

tantangan baru. Di satu sisi, media digital memungkinkan partisipasi aktifmasyarakat dalam produksi dan distribusi informasi. Di sisi lain, munculnya

isu-isu seperti polarisasi informasi, penyebaran hoaks, dan ketergantungan

pada algoritma menjadi tantangan yang harus dihadapi. Selain itu, media

sosial telah menjadi sarana komunikasi massa yang efektif dalam

meningkatkan partisipasi politik masyarakat, meskipun juga membawa

dampak negatif seperti penyebaran ujaran kebencian dan polarisasi politik

Dalam era society 5.0, komunikasi massa memainkan peran penting

dalam membentuk pola pikir dan perilaku masyarakat. Kemudahan akses

informasi melalui media massa memengaruhi cara masyarakat berpikir dan

bertindak, sehingga penting bagi individu untuk memiliki literasi media yang

baik agar dapat menyaring informasi yang diterima (Mustofa et al., 2022).

Peran komunikasi massa juga terlihat jelas selama pandemi covid-19, di mana

media massa berkontribusi dalam menyebarkan informasi terkait pencegahan

dan penanggulangan virus. Namun, pemberitaan yang berlebihan atau tidak

akurat dapat menimbulkan kecemasan di kalangan masyarakat. Oleh karena

itu, penting bagi media massa untuk menyajikan informasi yang akurat dan

seimbang guna membangun kepercayaan publik (Wahidar et al., 2022).

Perkembangan media massa dan media sosial dalam lima tahun

terakhir telah menjadi fenomena yang tidak terpisahkan dari kehidupan

sehari-hari masyarakat modern. Media massa, seperti televisi, radio, dan surat

kabar, masih memegang peran penting sebagai sumber informasi, pendidikan,

hiburan, serta sebagai pengawas sosial dan agen perubahan budaya. Namun,

kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah mendorong transformasi

besar pada media massa, sehingga kini mereka harus beradaptasi dengan

kehadiran media sosial yang semakin dominan dalam kehidupan masyarakat.

Media sosial, seperti Facebook, Instagram, Twitter, WhatsApp, dan TikTok, telah

menjadi bagian integral dari aktivitas harian masyarakat di seluruh dunia.

Platform-platform ini tidak hanya memudahkan komunikasi dan interaksi

sosial, tetapi juga mempercepat penyebaran informasi, memperluas peluang

bisnis, serta membuka ruang bagi ekspresi diri dan pembentukankomunitas. Media sosial bahkan mampu menghapus batas ruang dan waktu,

sehingga memungkinkan siapa pun untuk terhubung dan berpartisipasi dalam

berbagai aktivitas sosial, ekonomi, maupun politik secara instan (Azman,

2018).

Namun, perkembangan pesat media sosial juga membawa tantangan

baru, seperti penyebaran berita hoaks dan informasi yang belum terverifikasi,

perubahan pola konsumsi informasi, serta pergeseran nilai dan norma sosial

di masyarakat. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa hubungan antara

media massa dan media sosial sangat erat, terutama dalam hal penyebaran

informasi dan berita hoaks, sehingga diperlukan kebijakan dan literasi digital

yang memadai untuk meminimalisir dampak negatifnya (Andreas et al., 2021).

Komunikasi massa, terutama melalui media massa dan media sosial,

telah menjadi bagian integral dari kehidupan modern dan membawa dampak

signifikan terhadap psikologis penggunanya. Pesan-pesan yang disampaikan

melalui media massa dapat membentuk pola pikir, nilai, dan keyakinan

individu, yang pada akhirnya memengaruhi kondisi psikologis mereka. Konten

berita, iklan, hingga hiburan yang ditayangkan media massa mampu memicu

respons emosional yang beragam, mulai dari ketakutan, kecemasan, hingga

kegembiraan. Paparan terhadap berita tragis atau kekerasan, misalnya, dapat

meningkatkan rasa cemas dan takut, sedangkan konten hiburan yang positif

bisa memberikan efek kegembiraan dan kepuasan emosional (Sosial et al.,

2021).

Media dapat menjadi sarana edukasi, meningkatkan kesadaran, dan

mengurangi stigmatisasi terhadap isu-isu kesehatan mental. Konten yang

inspiratif, edukatif, dan motivasional dapat membantu individu

mengembangkan pengetahuan, keterampilan, serta memberikan dukungan

psikologis yang dibutuhkan. Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang

bagaimana komunikasi massa memengaruhi psikologis pengguna sangat

penting untuk mengidentifikasi risiko dan manfaatnya, serta merumuskanstrategi literasi media yang efektif di tengah pesatnya perkembangan teknologi

komunikasi saat ini (Azman, 2018).

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

deskriptif berbasis studi kasus. Pendekatan ini dipilih untuk menggambarkan

secara mendalam bagaimana komunikasi massa digital, khususnya melalui

media sosial, dapat memengaruhi kondisi psikologis individu yang menjadi

korban perundungan siber. Kasus yang dianalisis merupakan salah satu contoh

nyata dari dampak negatif penyebaran konten digital yang tidak etis terhadap

remaja. Data diperoleh melalui studi pustaka yang mencakup jurnal ilmiah,

laporan media, dokumentasi video daring, serta publikasi dari lembaga terkait.

Analisis dilakukan secara tematik dengan menelusuri alur komunikasi massa

yang terjadi, mulai dari pengiriman pesan awal, saluran yang digunakan,

hingga umpan balik dan dampak psikologis yang timbul. Validitas data

diperkuat dengan triangulasi sumber dan pendekatan kritis terhadap berbagai

perspektif. Penelitian ini bersifat non-intervensi dan menggunakan data

sekunder, sehingga tidak memerlukan persetujuan etik langsung, namun tetap

mengedepankan prinsip etika ilmiah dalam pengolahan dan pelaporan data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis studi kasus Amanda Todd mengungkap dampak signifikan

komunikasi massa digital terhadap kesehatan mental remaja. Amanda, korban

eksploitasi seksual daring dan perundungan siber, mengalami tekanan

psikologis berat akibat penyebaran konten eksplisit oleh pelaku melalui media

sosial. Pesan-pesan destruktif tersebut tersebar luas dan menimbulkan isolasi

sosial, depresi, kecemasan, hingga percobaan bunuh diri.

Situasi ini memperlihatkan media sosial sebagai saluran komunikasi

yang ambivalen. Di satu sisi, media digunakan untuk menyebar konten

merugikan; di sisi lain, Amanda memanfaatkannya untuk menyampaikanpesan advokasi melalui video “My Story”. Unggahan tersebut memicu

perhatian publik global, membentuk kesadaran kolektif, dan mendorong

inisiatif advokasi seperti pendirian Amanda Todd Legacy Society serta gugatan

terhadap platform digital.

Kasus ini mencerminkan teori efek media yang menyatakan bahwa

paparan terhadap konten negatif dapat memengaruhi perilaku dan emosi

individu, terutama pada remaja. Hal ini diperkuat oleh penelitian Nikolaou

(2017), yang menemukan bahwa korban cyberbullying memiliki peningkatan

risiko ideasi bunuh diri sebesar 14,5% dan percobaan bunuh diri sebesar

8,7%, dengan remaja perempuan sebagai kelompok paling rentan.

Selain aspek psikologis, kasus Amanda juga menyoroti lemahnya sistem

perlindungan digital. Proses hukum terhadap pelaku yang berada di negara

lain menunjukkan tantangan dalam penegakan hukum internasional dan

ketimpangan regulasi global. Hal ini menegaskan perlunya kerangka hukum

transnasional yang adaptif dan kolaboratif dalam menangani kejahatan digital.

Selanjutnya, peran keluarga, sekolah, dan institusi sosial menjadi sangat

krusial dalam membangun literasi digital dan ketahanan psikososial remaja.

Tanpa dukungan yang memadai, remaja rentan terhadap efek destruktif

komunikasi daring. Platform digital juga dituntut untuk meningkatkan

moderasi konten, memperkuat sistem pelaporan, dan menjamin keselamatan

pengguna muda.

Secara keseluruhan, kasus Amanda Todd menegaskan bahwa

komunikasi massa digital bukan sekadar sarana informasi, tetapi juga

kekuatan sosial yang dapat berdampak fatal jika tidak diatur. Pencegahan

kejahatan daring memerlukan sinergi antara regulasi, edukasi, teknologi, dan

dukungan psikologis guna menciptakan ruang digital yang aman dan sehat

bagi generasi muda.KESIMPULAN

Komunikasi massa di era digital telah menjadi kekuatan dominan yang

membentuk dinamika sosial, budaya, dan psikologis masyarakat modern.

Melalui media massa konvensional maupun media sosial, pesan-pesan yang

tersebar dapat membentuk opini publik, membangun identitas kolektif, serta

memengaruhi perilaku individu secara luas dan mendalam. Peran komunikasi

massa kini tidak hanya terbatas sebagai penyampai informasi, tetapi juga

sebagai agen sosial yang mampu memperkuat atau mengguncang nilai dan

norma masyarakat. Di satu sisi, media sosial memberikan ruang bagi ekspresi

diri, pembentukan komunitas, dan peningkatan partisipasi politik. Namun, di

sisi lain, media juga menjadi saluran bagi penyebaran informasi yang merusak,

seperti perundungan siber, ujaran kebencian, dan eksploitasi digital, yang

dapat menimbulkan tekanan psikologis, terutama pada kelompok rentan

seperti remaja. Kasus-kasus yang melibatkan dampak negatif komunikasi

digital menunjukkan bahwa media massa memiliki pengaruh nyata terhadap

kondisi mental dan sosial individu. Oleh karena itu, pemahaman yang

mendalam tentang fungsi dan konsekuensi komunikasi massa sangat penting

dalam upaya membangun ruang digital yang sehat, seimbang, dan

bertanggung jawab.

SARAN

Untuk mengurangi dampak negatif komunikasi massa, literasi media

perlu diintegrasikan dalam pendidikan formal. Pemerintah harus menetapkan

regulasi digital yang adaptif, sementara platform media wajib meningkatkan

moderasi konten. Program pemberdayaan masyarakat, edukasi digital, dan

pelibatan keluarga juga penting untuk membentuk pola konsumsi media yang

sehat. Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci terciptanya ruang komunikasi

yang aman dan beretika.DAFTAR PUSTAKA

Andreas, C., Priandi, S., Simamora, A. N. M. B., & Mardianto, M. F. F. (2021).

Analisis Hubungan Media Sosial dan Media Massa dalam Penyebaran

Berita Hoaks berdasarkan Structural Equation Modeling-Partial Least

Square. MUST: Journal of Mathematics Education, Science and Technology,

6(1), 81. https://doi.org/10.30651/must.v6i1.8816

Azman. (2018). Penggunaan Media Massa dan Media Sosial di Kalangan

Mahasiswa Komunikasi. Jurnal Peurawi, 1(1).

Mustofa, M. B., Sujepri, A., Mutoharoh, U., & Anggraini, V. (2022). Efek

Perkembangan Komunikasi Massa Terhadap Pola Pikir dan Perilaku

Masyarakat di Era Society 5.0. In Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam

(Vol. 7).

Nikolaou, D. (2017). Does cyberbullying impact youth suicidal behaviors?

Journal of Health Economics, 56, 30–46.

https://doi.org/10.1016/j.jhealeco.2017.09.009

Sosial, J. I., Humaniora, D., & Indainanto, Y. I. (2021). Masa Depan Media Massa

di Era Digital. Jurnal Ilmiah Muqoddimah: Jurnal Ilmu Sosial, Politik Dan

Humaniora, 5(1). http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/muqoddimah

Wahidar, T. I., Zurani, I., Fuadi, A., & Ulfadilah, U. (2022). Pengaruh Pemberitaan

Covid-19 di Media Massa terhadap Tingkat Kecemasan Penyintas Covid

19 di Kabupaten Meranti. Jurnal Simbolika Research and Learning in

Communication Study, 8(1), 35–41.

https://doi.org/10.31289/simbolika.v8i1.5840