SULLI DAN CERMIN GELAP MEDIA SOSIAL: BULLYING, DEPRESI, DAN BUNUH DIRI

  • 03:28 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Abstrac

The development of social media has facilitated communication but also poses

serious challenges, including the rise of cyberbullying cases. This research aims

to analyze the impact of cyberbullying on mental health through a case study of

Choi Jin-Ri (Sulli), a South Korean artist who experienced severe psychological

pressure due to hate comments on social media, ultimately leading to her

decision to end her life. This study examines how mass media and social media

shape public opinion and social pressure on public figures, while highlighting the

importance of digital literacy, entertainment industry regulations, and media

responsibility. The analysis shows that cyberbullying has a significant impact,

causing stress, anxiety, and severe depression that worsen the victim's

psychological condition. This study recommends the need for stronger protection

systems from the entertainment industry and social media, as well as public

education on ethical and empathetic digital communication.

Keywords: Cyberbullying, Social media, Mental health, Mass communication,

Sulli

Abstrak

Perkembangan media sosial telah memberikan kemudahan dalam

berkomunikasi, namun juga menimbulkan tantangan serius berupa maraknya

kasus cyberbullying. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak

cyberbullying terhadap kesehatan mental melalui studi kasus Choi Jin-Ri

(Sulli), seorang artis Korea Selatan yang mengalami tekanan psikologis berat

akibat komentar kebencian di media sosial hingga memutuskan untuk

mengakhiri hidupnya. Studi ini mengkaji bagaimana media massa dan mediasosial berperan dalam membentuk opini publik dan tekanan sosial terhadap

figur publik, serta menyoroti pentingnya literasi digital, regulasi industri

hiburan, dan tanggung jawab media. Hasil analisis menunjukkan bahwa

cyberbullying memberikan dampak signifikan berupa stres, kecemasan,

hingga depresi berat yang memperburuk kondisi psikologis korban. Studi ini

merekomendasikan perlunya sistem perlindungan yang lebih kuat dari

industri hiburan dan media sosial, serta edukasi publik tentang komunikasi

digital yang etis dan empatik.

Kata kunci: cyberbullying, media sosial, kesehatan mental, komunikasi massa,

Sulli.

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi informasi memudahkan masyarakat

memperoleh informasi dan berkomunikasi secara cepat melalui smartphone

dan internet. Media sosial seperti Instagram, X, Facebook, dan WhatsApp

memudahkan koneksi, dengan 4,76 miliar pengguna aktif di tahun 2023

(Parwitasari, 2024). Media sosial mempermudah berbagi informasi, tetapi

juga rawan penyalahgunaan, seperti ujaran kebencian dan hoaks (Wati Anzani

2020). Selain itu, media sosial telah mengubah bentuk bullying menjadi

cyberbullying yang memalukan korban dan sulit dihapus (Robiatul Adawiyah,

2021).

Cyberbullying menggunakan teknologi informasi untuk

mempermalukan atau melukai korban secara online. Korban mengalami stres,

kecemasan, bahkan ingin bunuh diri (Andana Prasetiya Budi). Salah satu

contohnya adalah artis Korea Selatan, Sulli. Kasus cyberbullying di Korea

Selatan marak terjadi seiring modernisasi praktik bullying, dan dapat

mendorong korban bunuh diri (Khaira, 2020).K-Pop menjadi budaya populer yang rentan terhadap cyberbullying,

terutama di kalangan artis yang sering menjadi sasaran netizen. Sulli, anggota

girlband f(x), meninggal bunuh diri akibat tekanan mental yang dipicu

cyberbullying. Ia sering menjadi sasaran komentar negatif di Instagram dan

memiliki penyakit mental yang makin memburuk (Dwi Kurniawati, 2024).

Media massa dan media sosial memiliki peran besar dalam membentuk

citra dan tekanan terhadap individu, sehingga perlu tanggung jawab media dan

platform digital untuk menciptakan lingkungan komunikasi yang sehat. Kasus

Sulli menjadi pelajaran penting bagi dunia akademik, industri hiburan, dan

masyarakat untuk memperkuat regulasi, moderasi platform digital, dan

literasi digital agar komunikasi massa lebih etis dan manusiawi.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan

metode studi kasus. Objek kajian adalah kasus Choi Jin-Ri (Sulli), artis Korea

Selatan yang mengalami perundungan siber sebelum akhirnya meninggal

karena bunuh diri. Data dikumpulkan melalui studi literatur yang mencakup

jurnal ilmiah, pemberitaan media massa, dokumentasi media sosial, serta

laporan-laporan analisis sebelumnya terkait kasus Sulli dan fenomena

cyberbullying di industri hiburan Korea Selatan. Analisis dilakukan dengan

teknik interpretatif terhadap narasi media dan respons publik, untuk

memahami pola komunikasi massa serta dampaknya terhadap kondisi

psikologis korban. Penelitian ini juga didukung oleh teori komunikasi massa

dan teori dampak media untuk menjelaskan peran media dalam membentuk

persepsi dan tekanan sosial terhadap figur publik.HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis studi kasus Sulli, seorang artis Korea Selatan, mengungkap

dampak signifikan komunikasi massa digital terhadap kesehatan mental

selebritas. Sulli menjadi korban cyberbullying yang intens melalui media

sosial, khususnya setelah terlibat dalam film Real (2017) yang memicu

kontroversi akibat adegan intim yang dilakukan sendiri oleh Sulli, meskipun

awalnya dijanjikan menggunakan pemeran pengganti. Perubahan mendadak

dalam produksi tersebut memperparah tekanan psikologisnya, yang kemudian

diperparah oleh hujatan netizen yang masif di media sosial.

Pesan negatif berupa komentar kebencian, slut-shaming, dan ujaran

yang menyinggung kehidupan pribadi Sulli tersebar luas melalui media sosial

seperti Instagram dan Twitter. Tekanan publik ini memperburuk kondisi

mental Sulli, yang sebelumnya telah mengalami gangguan panik, kecemasan,

dan depresi. Dalam jurnal “Analisis Dampak Cyberbullying pada Kesehatan

Choi Jin-Ri (Sulli) Artis Korea dan Film Dokumenter Terakhirnya” (Dwi

Kurniawati, 2024), dijelaskan bahwa cyberbullying yang dialaminya sejak

keluar dari grup f(x) pada 2015 telah memicu tekanan psikologis mendalam

yang akhirnya berujung pada keputusan tragis mengakhiri hidupnya pada 14

Oktober 2019.

Kasus Sulli memperlihatkan media sosial sebagai saluran komunikasi

yang ambivalen. Di satu sisi, media digunakan untuk menyebarluaskan karya

dan kehidupan selebriti, tetapi di sisi lain, media juga menjadi saluran ujaran

kebencian yang sulit dikendalikan. Sulli sempat mencoba melakukan

perlawanan dengan melakukan siaran langsung melalui Instagram sambil

menangis, meminta netizen untuk berhenti menghujat. Namun, pesan tersebut

justru memperluas eksposur, menambah tekanan psikologis, dan memicu

diskursus publik yang semakin memojokkannya.

Situasi ini mencerminkan teori efek media yang menyatakan bahwa

paparan terhadap konten negatif dapat memengaruhi perilaku dan emosiindividu, terutama perempuan dalam industri hiburan yang sangat rentan

terhadap cyberbullying (Hinduja & Patchin, 2010). Penelitian Kowalski (2014)

juga menegaskan bahwa korban cyberbullying memiliki risiko depresi yang

lebih tinggi dibandingkan non-korban, dan tekanan ini berkontribusi terhadap

peningkatan risiko ideasi dan percobaan bunuh diri. Perempuan selebriti,

seperti Sulli, menghadapi beban ganda: tekanan publik yang tinggi dan norma

sosial yang sering tidak adil.

Selain aspek psikologis, kasus Sulli menyoroti lemahnya sistem

perlindungan bagi artis di industri hiburan Korea Selatan. Keputusan produksi

yang mendadak dalam film Real, yang memaksa Sulli melakukan adegan intim

sendiri, menunjukkan lemahnya regulasi yang melindungi artis dari

eksploitasi produksi yang tidak manusiawi. Media massa juga memiliki

tanggung jawab untuk memberitakan isu-isu sensitif dengan lebih etis dan

manusiawi agar tidak menambah tekanan psikologis bagi korban.

Lebih jauh, kasus Sulli mengingatkan pentingnya literasi digital di

kalangan pengguna media sosial agar lebih bijak dalam berkomentar. Platform

digital dituntut untuk meningkatkan moderasi konten, menyediakan fitur

pelaporan yang lebih efektif, dan menciptakan lingkungan komunikasi yang

lebih aman dan mendukung. Industri hiburan juga perlu menerapkan regulasi

yang lebih ketat, termasuk memastikan persetujuan eksplisit artis untuk

adegan-adegan yang berpotensi kontroversial.

Secara keseluruhan, kasus Sulli menegaskan bahwa komunikasi massa

digital bukan hanya saluran hiburan dan informasi, tetapi juga memiliki

potensi destruktif yang sangat nyata jika tidak diatur dengan baik. Pencegahan

cyberbullying memerlukan sinergi antara regulasi, edukasi, teknologi, dan

dukungan psikologis guna menciptakan ruang digital yang lebih empatik dan

aman bagi publik, khususnya bagi selebritas yang sering menjadi sasaran

komentar negatif.KESIMPULAN

Berdasarkan studi kasus yang dibahas, dapat disimpulkan bahwa

cyberbullying di media sosial berdampak signifikan terhadap kesehatan

mental korban, termasuk stres, kecemasan, depresi, bahkan hingga keputusan

untuk mengakhiri hidup. Kasus Sulli memperlihatkan bagaimana tekanan

industri hiburan, eksposur media yang tinggi, dan ujaran kebencian netizen di

media sosial saling terkait dan memperburuk kondisi psikologis korban.

Minimnya regulasi perlindungan artis, lemahnya moderasi konten di media

sosial, dan rendahnya literasi digital masyarakat menjadi faktor yang

memperparah dampak tersebut. Kasus ini menjadi bukti nyata pentingnya

menciptakan lingkungan komunikasi yang lebih empatik, manusiawi, dan

suportif agar kesehatan mental korban dapat terjaga.

SARAN

Sebagai tindak lanjut, diperlukan regulasi yang ketat dari pihak industri

hiburan untuk melindungi artis dari tekanan produksi yang berlebihan,

termasuk memastikan adanya persetujuan eksplisit terhadap adegan yang

berpotensi kontroversial. Media sosial juga perlu memperkuat sistem

moderasi konten, menyediakan fitur pelaporan yang efektif, serta kebijakan

perlindungan korban agar komunikasi digital lebih aman. Pengguna media

sosial diharapkan meningkatkan literasi digital dan empati dalam memberikan

komentar agar menghindari ujaran kebencian yang dapat melukai orang lain.

Pemerintah dan akademisi juga perlu mengedukasi masyarakat tentang

bahaya cyberbullying melalui kampanye literasi digital yang intensif serta

mendukung penelitian lebih lanjut mengenai dampak media sosial terhadap

kesehatan mental korban.DAFTAR PUSTAKA

Andana Prasetiya Budi, J. (n.d.). REPRESENTASI DAMPAK CYBERBULLYING

PADA KORBAN DALAM FILM BUDI PEKERTI (ANALISIS SEMIOTIKA

ROLAND BARTHES). KOMUNITAS: Jurnal Ilmu Komunikasi, 11(1).

Dwi Kurniawati, Khadijah Khadijah, Yasinta Citra Dewi Kurniasari, & Doan

Widhiandono. (2024a). Analisis Dampak Cyberbullying pada Kesehatan

Choi Jin-Ri (Sulli) Artis Korea dan Film Dokumenter Terakhirnya.

Harmoni: Jurnal Ilmu Komunikasi Dan Sosial, 2(1), 119–126.

https://doi.org/10.59581/harmoni-widyakarya.v2i1.2456

Hinduja, S., & Patchin, J. W. (2010). Bullying, cyberbullying, and suicide.

Archives of Suicide Research, 14(3), 206–221.

https://doi.org/10.1080/13811118.2010.494133

Khaira, U., Johanda, R., Utomo, P. E. P., & Suratno, T. (2020). Sentiment

Analysis Of Cyberbullying On Twitter Using SentiStrength. Indonesian

Journal of Artificial Intelligence and Data Mining, 3(1), 21.

https://doi.org/10.24014/ijaidm.v3i1.9145

Kowalski, R. M., Giumetti, G. W., Schroeder, A. N., & Lattanner, M. R. (2014).

Bullying in the digital age: A critical review and meta-analysis of

cyberbullying research among youth. Psychological Bulletin, 140(4),

1073–1137. https://doi.org/10.1037/a0035618

Parwitasari, T. A., Fitriono, R. A., & Budyatmojo, W. (2024). PENGARUH MEDIA

SOSIAL TERHADAP CYBERBULLYING DI KALANGAN REMAJA DI

INDONESIA THE INFLUENCE OF SOCIAL MEDIA ON CYBERBULLYING

AMONG TEENAGERS IN INDONESIA. https://doi.org/10.31764/jmk

Robiatul Adawiyah, D. P., & Munir, M. (2021). Respon Remaja Tentang Kasus

Cyberbullying Sulli Dan Goo Hara. Jurnal Komunikasi, 15(2), 125–136.

https://doi.org/10.20885/komunikasi.vol15.iss2.art4

Wati Anzani, R., & Khairul Insan Universitas Muhammadiyah Tangerang, I.

(2020). PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI PADA ANAK USIA

PRASEKOLAH. In Jurnal Pendidikan dan Dakwah (Vol. 2).

https://ejournal.stitpn.ac.id/index.php/pandawa